ad#2

Rabu, 28 Desember 2016

FIQIH PERNIKAHAN part 8 " NUSYUZ "

๐Ÿ”ต FIQIH PERNIKAHAN
part 8

๐Ÿ”ฐ A. NUSYUZ

" wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya makan nasehatilah mereka, dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka, kemudian jika mereka manaatimu maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar"
( QS.An-Nisa : 34 )


๐Ÿ‘ฅ jumhur ulama
Jumhur ulama mengartikan bahwa nusyuz dalam istilah ilmu fiqih ialah :
" keluarnya istri dari kewajiban taat pada suaminya "
( Al-mughni, jilid 7 hal 46 )

Jadi istri yang keluar dari ketaatan suaminya maka disebut nusyuz.

Kenapa istri haram berbuat nusyuz kepada suami?
Alasannya yaitu :

๐Ÿ”น1. Alquran : wanita shalihah wajib taat suami.

" wanita yang sholehah adalah mereka yang taat kepada suaminya "
( QS.An-Nisa : 34 )

๐Ÿ”น2. Surga dan Neraka Istri Ada Pada Diri Suami.

Rosululloh SAW bertanya, " Apakah kamu punya suami? wanita itu menjawab ' ya' Rasulullah s a w berkata perhatikan Dimana posisimu Terhadap Suami sebab pada suami itu ada surga dan nerakamu "
( HR.Ahmad )

๐Ÿ”น3. Taat Pada Suami : Masuk Surga Dari Pintu Mana Saja

" apabila seorang istri melaksanakan shalat lima waktu, puasa Romadhon, menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya maka dikatakan kepadanya masuklah kedalam surga dari pintu yang mana saja"
( HR.Ahmad )

๐Ÿ”น4. Kalo Boleh Wanita Harus Sujud Kepada Suaminya.

" kalau seandainya dibolehkan manusia sujud kepada manusia pasti Aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya "
( HR.At-Tarmidzi )

๐Ÿ”น5. Tidak Melayani Suami : Dilakanat Malaikat

Seorang istri yang menolak untuk melayani suaminya dalam urusan hubungan seksual Padahal dia tidak punya udzur syar'i, sehingga suaminya tidur dalam keadaan marah maka malaikat pun ikut melaknat istri tersebut.

" bila suami mengajak istrinya berjima' Tetapi istrinya menolak untuk melakukannya maka malaikat melaknatnya hingga subuh "
( HR.Bukhari Muslim )

๐Ÿ”น6. Sebaik Sebaik Istri Adalah Yang Taat

" sebaik-baik istri adalah yang apabila kamu Pandangi menyenangkan hatimu, bila kamu perintah dia mentaatimu , Bila kamu sedang tidak ada , dia menjaga dirinya untukmu dan juga menjaga hartamu"
( HR.Al-Hakim )


๐Ÿ”ฐB. BENTUK NUSYUZ

Seorang Istri apabila dia tidak taat kepada suami maka disebut nusyuz, namun ketaatan Seperti apakah itu? Sehingga apabila istri melanggar ketaatan itu disebut Nusyuz.


๐Ÿ‘ฅ Jumhur Ulama
Yang dimaksud nusyuz apabila seorang istri melakukan hal-hal sebagai berikut :

๐Ÿ”น1. Keluar rumah tanpa seizin suami.

๐Ÿ”น2. Menolak untuk disetubuhi.
Di sini seorang istri menolak ajakan suami untuk hubungan seksual tanpa ada udzur syar'i

๐Ÿ”น3. Mengunci pintu agar suami tidak bisa masuk rumah.
Maksudnya disini seorang istri marah pada suaminya lantas ia mengunci pintu sehingga suami tidak bisa masuk. Persis seperti sinetron-sinetron yang apabila istri marah maka pintu dikunci, padahal ini bentuk daripada nusyuz istri.

๐Ÿ”ฐC. YANG BUKAN TERMASUK NUSYUZ

๐Ÿ”น Seorang Istri keluar rumah untuk meminta fatwa dari ulama, karena suaminya bukan termasuk ahli dalam agama yg bisa memberikan fatwa.

๐Ÿ”น Seorang Istri keluar dari rumah dalam rangka mencari nafkah untuk dirinya, karena suaminya berpenghasilan rendah yang membuat istri serba kekurangan.

๐Ÿ”น Bila seorang istri dipanggil suaminya untuk datang ke rumah istri yang lain ( madunya ), kalau dia menolak bukan termasuk Nusyuz.

๐Ÿ”น istri menolak membuatkan makanan dan minuman, Inipun bukan termasuk Nusyuz.
( Hal ini pernah dibahas di part 3 dan part 4 )

๐Ÿ”น istri yang memaki suaminya tidak terbilang Nusyuz, sebab perbuatan itu bisa saja memang watak aslinya yang terbiasa memaki orang, namun suami tetap harus memberinya pelajaran dan adab yang baik.

๐Ÿ”ฐD. SANKSI ATAS NUSYUZ ISTRI

"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan Nusyuznya maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka"
( QS.An-Nisa : 34 )

Dari ayat ini jelas bahwa pemberian sanksi dari suami kepada istri yang Nusyuz ada tiga hal yaitu :

๐Ÿ”น1. Nasihat

Sanksi yang paling dasar adalah dinasehati agar istri bisa tersentuh hatinya dan mengerti serta sadar atas kekeliruannya dan menyadari kewajibanya sebagai istri.

๐Ÿ”น2. Pisahkan Dari Tempat Tidurnya

Bentuk sanksi yang kedua adalah memisahkan istri yang nusyuz itu dari tempat tidur. Maksudnya agar istri diberikan pelajaran untuk tidak mendapatkan kebutuhan seksual dari suami.

Dan secara naluri manusia normal kebutuhan seksual Ini kalau tidak diberikan akan menjadi sebuah hukuman tersendiri bagi para wanita sebab kebutuhan seksual Ini yaitu kebutuhan biologis yang sudah seperti makan dan minum dalam sehari hari.

Namun perlu diketahui, hukuman seperti ini perlu diperhitungkan matang-matang, khususnya bila suami hanya memiliki satu istri.

Alih-alih memisahkan diri dari istrinya itu, sebagai hukuman buat istri, malah suaminya sendiri yang tersiksa lantaran suaminya juga punya kebutuhan seksual padahal kebutuhan itu hanya bisa didapat dari istrinya.

Kalau suami itu punya lebih dari satu istri hukuman ini mungkin bisa efektif buat memberi pelajaran pada istrinya, Tetapi kalau istrinya nya satu harus hati-hati menerapkannya takut kalau kalau bukan istri yang tersiksa Tetapi malah suaminya sendiri yang tersiksa, alias Senjata makan tuan.

kalau dizaman Rosululloh saw dan sahabat radiallahuanhum mereka mudah menerapkan hukuman ini karena mereka mempunyai istri lebih dari satu.

๐Ÿ”น3. Pukul

Pukulan yang dibolehkan sebatas pukulan yang tidak melukai dan tidak bikin cacat. Dalam istilah fiqih disebut dengan " dharbu ghairu mubarrih".

Pilihan hukuman ini hanya boleh dilakukan manakala semua upaya mulai dari nasehat dan pemisahan Dari Ranjang sudah tidak efektif lagi.

Padahal sudah dilakukan berkali-kali dan nampaknya tidak ada hasilnya walaupun sudah diupayakan dengan banyak jalan.

Maka upaya paling akhir adalah pemukulan yang sama sekali tidak menyakiti, tidak melukai, tidak Membekas dan juga tidak menakuti atau Menimbulkan trauma. Kalau semua hal itu sampai terjadi maka suami berdosa dalam hal ini.

Wallahualam...
Bersambung ke part 9

Sumber : kitab Seri Fiqih Kehidupan jilid 8

Fb :
https://m.facebook.com/

Blog :
http://bangronay.blogspot.co.id/?m=1

Rabu, 21 Desember 2016

FIQIH PERNIKAHAN part 7 " bukan termasuk syarat dalam ijab kabul "

๐ŸŒบ FIQIH PERNIKAHAN
part 7

๐Ÿ”ต Bukan Termasuk Syarat Dalam Ijab Qabul

๐Ÿ”น1. Kehadiran Istri Dalam Majelis

Ijab Kabul melibatkan orang laki-laki dan tidak membutuhkan kehadiran wanita, termasuk pengantin wanita.

Tempat orang itu adalah Wali, pengantin laki-laki dan dua orang saksi laki-laki.

Adapun pengantin perempuan tidak harus berada di dalam Majlis akad nikah sehingga bukan termasuk syarat sah dari akad nikah dan ijab kabul.

๐Ÿ”น2. Bersalaman

Pemandangan yang sering kita lihat di sinetron dan kemudian seolah-olah menjadi suatu keharusan, karena dibiasakan adalah bersalaman antara Wali dan pengantin laki-laki.

Padahal ijab kabul tidak mensyaratkan jabat tangan itu. Dan juga tidak diharuskan untuk menggoyangkan jabat tangan itu.

Entah Siapakah yang memulai adegan ini, yang jelas masyarakat seolah-olah diajarkan bahwa ijab kabul itu harus dengan berjabat tangan.

Memang kalau dilihat dari lensa kamera adegan jabat tangan ini agar terlihat punya unsur dramatis. Tetapi ijab kabul tidak membutuhkan drama yang dibuat buat.

๐Ÿ”น3. Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat.

Mengucapkan dua kalimat syahadat juga sering dikaitkan dengan lafadz Ijab Kabul.

Padahal ijab kabul Itu bukan sebuah ikrar untuk masuk dan memeluk agama Islam, tetapi ikrar untuk sebuah ikatan pernikahan.

Kalau kekeliruan dalam memahami masalah ini sebenarnya jelas sekali Siapa yang bersalah, tidak lain adalah si penghulu.

Petugas pencatat nikah dari kantor urusan agama ( KUA ) Kementerian Agama Republik Indonesia adalah pihak yang bisa ditunjuk hidungnya.

Mereka inilah yang mendiktekan dua kalimat syahadat di dalam Ijab dan qobul, seolah-olah Wali dan calon pengantin laki-laki adalah dua orang yang ingin masuk Islam sehingga harus mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dahulu.

๐Ÿ”น4. Sighat Ta'liq

Biasanya tanpa penjelasan apapun, petugas KUA langsung memerintahkan pihak suami untuk membaca shigat Ta'liq setelah akad nikah.

Shigat ta'liq seolah2 dianggap bagian dr lafadz ijab kabul. Padahal shigat ta'liq ini justru pintu untuk melakukan perceraian yg amat di benci Allah SWT.

Istilah shigat ta'liq yaitu terdiri dari dua kata yaitu shigat artinya ucapan, ungkapan, atau lafal.

Sedangkan ta'liq artinya mengaitkan, menggantungkan, mensyaratkan.

Dalam prakteknya, shigat Ta'liq adalah sebuah syarat yang harus diikrarkan oleh suami tentang kemungkinan terjadinya perceraian, yaitu bila terjadi hal-hal yang disebutkan dalam shigat itu.

Bagaimana tulisan shigat tersebut??

Naskah lengkapnya shigat taliq itu sebagaimana yg terdapat didalam buku nikah adalah :

" bila suami meninggalkan istri dua tahun berturut-turut, atau tidak memberi nafkah wajib tiga bulan lamanya, atau menyakiti badan jasmani istri, atau membiarkan tidak memperdulikan istri enam bulan lamanya, kemudian istri tidak menerima perlakuan itu lalu istri mengajukan gugatan cerai kepada pihak pengadilan dan pengadilan membenarkan dan menerima gugatan itu dan istri membayar Rp 1000 sebagai 'iwadh ( pengganti ) kepada suami maka jatuhlah talak satu"

Biasanya shigat ini diucapkan setelah selesai akad nikah dilakukan.
Biasanya petugas pencatat nikah KUA yang menuntun pengantin laki-laki untuk membaca shigat ini.

memang tidak banyak orang tahu apa makna dan maksud shigat ini. Sebagaimana banyak orang tidak tahu Apa landasan hukumnya. Termasuk juga pengantin pria pun jarang yang mengerti.

sebenarnya secara hukum, shigat ini tidak ada kaitanya dengan rukun nikah atau syarat sahnya nikah. Artinya tanpa shigat itu pun pernikahan sudah sah secara hukum agama dan negara.

Kita tidak menemukan di dalam sunnah Rasulullah saw dan juga amal para sahabat hingga para Salafus Sholeh tentang Ketentuan untuk mengikrarkan shigat taliq ini. Tidak ada contoh apalagi anjuran untuk mengucapkannya.

Kalau memang demikian lalu Bagaimanakah munculnya hal tersebut??

Ada banyak analisa. Salah satunya mungkin berangkat dari keinginan untuk melindungi para istri dari sikap sewenang-wenang dari suami, seperti tidak memberi nafkah atau menyakiti badan atau tidak memperdulikan istri.

Dalam kondisi yang tersiksa seperti itu sebagian orang berpikir bahwa si istri ini harus dipisahkan dari suaminya.

Namun karena istri tidak punya hak untuk menceraikan, dibuatlah shigat taliq ini. Sehingga sejak awal pernikahan suami sudah menyatakan diri untuk menceraikan istrinya secara otomatis manakala terjadi hal-hal yang disebutkan didalam shigat itu.

Apakah ada talak secara otomatis?
Jawabannya ada, insyaallah nanti kita akan bahas di bab selanjutnya ttg apa saja yg bisa menguraikan perceraian rumah tangga?


Jadi intinya rupanya perangkat hukum di negeri ini belum apa-apa sudah menyiapkan jalur untuk memisahkan suami istri, justru di hari pernikahan mereka, yaitu dengan dimintanya suami untuk mengucapkan shigat taliq ini, dan suami tetap berhak menolak untuk mengucapkannya.

Entah latar belakang apa yang berkecamuk di dalam para pembuat peraturan itu. Yang jelas dengan adanya shigot itu, seolah-olah sudah disiapkan sebuah skenario perceraian jauh sebelumnya, hanya lantaran suami melakukan hal-hal yang dianggap merugikan pihak istri.

Sebenarnya akan lebih bijaksana bila setiap ada permasalahan suami dan istri itu tidak langsung berpikir untuk sebuah perceraian. Sebab Biar bagaimanapun perceraian Itu adalah sebuah perbuatan yang dimurkai Allah SWT, meski halal.

Tapi bisakah kita membayangkan untuk melakukan sebuah perbuatan Ya Allah sendiri memurkainya?

Idealnya shigat itu tidak langsung bicara ttg perceraian. Tetapi bicara ttg pentingnya menjaga harmoni sebuah keluarga serta menjaga keutuhan.

Wallahualam bisshoab..

Bersambung ke part 8

Sumber : Kitab Seri Fiqih Kehidupan jilid 8

Fb :
https://m.facebook.com/

Youtube : Humairoh Asma
https://m.youtube.com/results?q=humairoh%20asma&sm=3

Blog :
http://bangronay.blogspot.co.id/?m=1

Rabu, 14 Desember 2016

FIQIH PERNIKAHAN part 6 " ijab qabul "

๐ŸŒบ FIQIH PERNIKAHAN part6.

๐Ÿ”ต A. Ijab Qabul

๐Ÿ”น1. Pengertian Ijab

Jumhur ulama mendefinisikan Ijab sebagai berikut :

" akad yang disampaikan atau diucapkan oleh pihak istri atau walinya baik disampaikan di awal atau diakhir "

Maksudnya lafadz akad yang datang dari pihak wanita adalah ijab, meskipun sebelumnya sudah didahului oleh pihak suami.


๐Ÿ”น2. Pengertian Qabul

Sedangkan makna qabul adalah menyatakan persetujuan atas ijab yang telah ditetapkan.


๐Ÿ”ตB. Syarat Ijab Qabul

๐Ÿ”น1. Satu majelis

Di mana keduanya sama-sama hadir secara utuh dengan ruh dan jasad nya yaitu antara Wali dan calon suami.

Bagaimana cara pengucapan ijab qabul?, Apakah dengan sekali nafas atau ada jeda?

syarat bahwa antara Ijab dan qobul itu harus bersambung tanpa jeda waktu sedikitpun adalah pendapat mazhab Syafii.

Namun yang lainnya tidak mengharuskan keduanya harus langsung bersambut.

Bila antara Ijab dan qobul ada jeda waktu namun tidak ada perkataan lain seperti untuk mengambil napas atau hal lain yang tidak membuat berbeda maksud dan makna nya maka tetap sah sebagaimana yang dituliskan di kitab Al Mughni.

๐Ÿ”น2. Saling Dengar Dan Mengerti

Antara suami dengan wali sama-sama saling dengar dan mengerti apa yang diucapkan.

Bila masing-masing tidak paham apa yang diucapkan oleh lawan bicaranya maka akad itu tidak sah.

๐Ÿ”น3. Tidak Bertentangan

Antara Ijab dan Qabul tidak bertentangan.

Misal :

" aku nikahkan kamu dengan anakku dengan mahar satu juta"

Lalu lafadz qobulnya diucapkan oleh suami adalah :

" Saya terima nikahnya dengan mahar setengah juta"

Kalau seperti ini maka ijab qobul tidak sah.

๐Ÿ”น4. Tamyiz

Keduanya sama-sama sudah tamyiz. Bila Suami masih belum Tamyiz maka akad tidak sah. Begitu juga bila Wali belum tamyiz juga tidak sah, apalagi keduanya Belum Tamyiz maka lebih tidak syah.

Mumayyiz (seseorang yang telah tamyiz) adalah  seseorang yg mampu  memahami suatu pembicaraan dan mampu menjawab (pertanyaan) dari lawan bicaranya.


๐Ÿ”ตC. Lafadz Ijab Qabul

๐Ÿ”น1. Tidak Harus Dalam Bahasa Arab

Tidak diharuskan dalam ijab qobul untuk menggunakan bahasa Arab, melainkan boleh menggunakan bahasa apa saja yang intinya kedua belah pihak mengerti apa yang diucapkan dan masing-masing saling mengerti apa yang dimaksud oleh lawan bicaranya.

๐Ÿ”น2. Lafadz Nikah dan Sejenisnya

Ijab qobul sebaiknya menggunakan kata nikah atau kawin yang semakna dengan keduanya.

๐Ÿ”น3. Dengan fi'il Madhi

Para fuqoha mengatakan bahwa lafadz Ijab dan qobul haruslah dalam format fi'il Mahdi ( lampau ) seperti zawwajtuka atau ankahtuka atau dalam bahasa Indonesianya yaitu " telah ku nikahkan kamu atau telah ku kawinkan kamu"

Bukan dengan fi'il mudhari ( yg sekarang dan akan dtg ), sehingga masih ada kemungkinan bahwa akan itu sudah terjadi atau belum terjadi.


Waallahaualm...

Bersambung ke part 7
Yaitu bukan termasuk syarat dlm ijab qabul.

Sumber kitab : Seri Fiqih Kehidupan Jilid 8

Mampir juga kesini
๐Ÿ‘‡๐Ÿป๐Ÿ‘‡๐Ÿป๐Ÿ‘‡๐Ÿป
Fb : kajian fiqih islam
https://m.facebook.com/ronijambronk

๐Ÿ‘‡๐Ÿป๐Ÿ‘‡๐Ÿป๐Ÿ‘‡๐Ÿป
Youtube : Humairoh Asma
https://m.youtube.com/channel/UC5Fa3dvb4PkuDjw0N0L52VQ

๐Ÿ‘‡๐Ÿป๐Ÿ‘‡๐Ÿป๐Ÿ‘‡๐Ÿป Blog
http://bangronay.blogspot.co.id/?m=1

Kamis, 08 Desember 2016

FIQIH PERNIKAHAN part 5

๐ŸŒบ FIQIH NIKAH part 5

๐Ÿ”ต Syarat Menerima Nafkah Bagi Istri

Ada syarat yang harus dipenuhi istri agar ia berhak mendapatkan nafkah. Yaitu :

๐Ÿ”น1. Dewasa

Yang dimaksud dengan dewasa di sini bukan usia minimal 18 tahun sebagaimana hukum di negeri kita. Tetapi maksudnya adalah sudah layak untuk melakukan hubungan badan alias Jima'

Adapun wanita yang masih kecil dan belum layak melakukan hubungan seksual, meski boleh dinikahi secara Ijab dan qabul, namun tidak berhak menerima nafakah. Walaupun secara teknis dia sudah tinggal bersama suaminya.


๐Ÿ”น2. Menyerahkan Diri

Maksudnya Seorang Istri wajib menyerahkan dirinya sepenuhnya untuk suaminya khususnya dalam hal hubungan seksual.

๐Ÿ”น3. Nikah Yang Sahih

Bila akad nikah tidak sah atau ada cacatnya maka hak istri atas nafkah menjadi gugur dengan sendirinya.


๐Ÿ”ต Nilai Nafkah

Ada 4 pendapat para ulama yang berbeda dalam menentukan besaran nilai nafkah.

๐Ÿ”น1. Pendapat Pertama

๐Ÿ‘ฅ Jumhur ulama :
yg terdiri dari mazhab hanafi, maliki, dan mazhab hanbali mengatakan :

' tidak ada standarisasi nilai nafkah yang ditetapkan secara baku semua dikembalikan unsur kecukupan dan kepantasan saja, dan istilah ini diwakili dengan lafadz Bil Ma'ruf yang tersebar di dalam Al Quran dan Sunnah.

Dalilnya bisa dilihat surat an-nisa ayat 233. Di situ dikatakan suami wajib memberi nafkah kepada istri dengan nilai yang Ma'ruf, istilah maaf ini ditafsirkan oleh ulama sebagai secukupnya atau kurang lebih sewajarnya.


๐Ÿ”น2. Pendapat Kedua

๐Ÿ‘ค mazhab syafi'i yg muktamad mengatakan :

Bahwa harus ada ukuran minimal standar nilai nafkah yang wajib diberikan suami kepada istrinya.

Dan ukuran ini ditetapkan dalam bentuk makanan pokok yang wajib diberikan per hari oleh suami kepada istri.

Ukuran minimal nafkah yaitu satu mud gandum atau kurma, dan buat suami yang agak luas rejekinya minimal 2 mud.

Istilah mud merupakan ukuran volume yang biasanya di masa nabi s a w digunakan untuk menyebutkan banyaknya suatu makanan.
Satu mud setara dengan 2 genggaman tangan, artinya gandum ditampung dengan Kedua telapak tangan manusia.
Atau setara dengan 0,688 liter ( Dr. Wahbah Azzuhaili )


๐Ÿ”น3. Pendapat Ketiga

Pendapat ini adalah pendapat sebagian dari para ulama yang bermahzab as-syafi'iyah. Mereka mengatakan :

Bahwa kadar ukuran nafkah yang wajib diberikan suami kepada istrinya ditetapkan oleh negara, dalam hal ini adalah pemerintah qodhi atau Sultan.

Dalam pandangan ini apa apa yang belum ditetapkan nilainya di dalam al-quran dan as-sunnah maka menjadi tugas dari pemerintah yang sah.

Kalau kita menggunakan pendapat ini maka kurang lebih mirip di zaman sekarang ini dengan istilah upah minimum provinsi ( UMP ) Yang ditetapkan oleh penguasa kepada para pengusaha.


๐Ÿ”น4. Pendapat Keempat

Pendapat ini juga merupakan pendapat sebagian lain dari para ulama di dalam keluarga besar mahzab as-syafi'iyah.
Mereka mengatakan :

Bahwa nilai besaran nafkah yang wajib diberikan suami kepada istrinya ditetapkan berdasarkan urf atau tradisi yang berlaku di suatu tempat.

Dan boleh jadi satu tempat dengan tempat lainnya berbeda-beda dalam menetapkan nilai nafkah.

Misalnya di suatu desa sudah mentradisi bahwa naskah yang wajib diberikan adalah seluruh gaji maka otomatis semua gaji suami menjadi nafkah buat istrinya.

Namun bisa saja di tempat yang lain kebiasaan yang berlaku berbeda lagi.


Wallahualam...

Bersambung ke part 6

Sumber : Kitab Seri Fiqih Kehidupan jilid 8

bangronay.blogspot.com

Fb : Kajian Fiqih Islam.

Kamis, 01 Desember 2016

KONTROVERSI PERIHAL HUKUM DEMONTRASI

๐Ÿ’ฅ KONTROVERSI PERIHAL HUKUM DEMONSTRASI/AKSI


Dalam menghukumi demontrasi ini ada kalangan yg berpendapat HARAM.

Mereka mengatakan haram secara mutlak. Karena menurut mereka demontrasi itu adalah produk kafir sehingga tidak boleh diikutin, Bid'ah, perbuatan para jin dan sebagainya, serta sesat dan menyesatkan.

pendapat ini boleh saja diterima, namun juga keliru.

Boleh jadi demonstrasi itu haram tapi boleh jadi demontrasi itu wajib hukumnya.

Karena dalam kaidah fiqih hukum itu tergantung illatnya ( sebab ).

Contoh yang mudah adalah :
Hukum membaca al-quran itu adalah sunnah dan berpahala, namun akan menjadi haram hukumnya apabila membaca al-quran itu di toilet.

Begitu juga berpuasa wajib hukumnya wajib namun akan menjadi haram apabila orang yang berpuasa tersebut dalam keadaan sakit parah maka apabila berpuasa akan menyebabkan bertambah parah Sakitnya atau menyebabkan kematian.

Disini kita lihat hukumnya berubah yang tadinya wajib bisa menjadi haram dan yang tadinya sunnah bisa menjadi makruh, dan perubahan hukum tersebut adalah tergantung Ilat ( sebab ).

Apa ilatnya?
Yaitu toilet dan sakit.

Tentu kalau membaca al-quran bukan di toilet menjadi sunnah dan berpahala, begitu juga orang yang sakit akan menjadi wajib Jika ia sehat.


Begitu juga dalam menentukan hukum demonstrasi, Apakah haram atau tidak haram?

๐Ÿ”น HARAM

Demontrasi menjadi haram apabila bernilai negatif.
Kalau sebuah demonstrasi digunakan oleh kekuatan kafir, demi untuk menghalangi dakwah islam, dengan cara yang bertentangan dengan syariah, tentu saja demonstrasi itu sebuah senjata yang dihujamkan kepada umat Islam.

Dan kemudian kita hukumi sebagai haram. Maksudnya, haram bagi umat Islam untuk mendukung demonstrasi yang demikian itu. Karena merugikan umat Islam.

๐Ÿ”นTIDAK HARAM

Sebaliknya, bila sebuah demonstrasi digunakan oleh kalangan muslimin, demi untuk menegakkan dakwah, dengan cara-cara yang dibenarkan dalam syariah Islam, tentu saja demontrasi seperti itu merupakan bagian dari dakwah dan jihad fi sabilillah.

Umat Islam wajib mendukungnya, bahkan kalau perlu, ikut bergabung di dalamnya. Terutama bila semua saluran dakwah ditutup rapat, hukum tidak ditegakan secara adil kepada para pejabat yg melanggar hukum, dan hanya tersisa demonstrasi saja.

Apakah di jaman nabi pernah ada yang namanya demontrasi?

Jawabannya ada, dan itu dipraktekkan sendiri oleh Nabi saw dan sahabat Radiallahu anhum.

Al-Quran memerintahkan kita untuk menggetarkan mental musuh-musuh Islam, jauh sebelum peperangan dilancarkan.

Demonstrasi adalah salah satu bentuk tindakan menggetarkan musuh Islam, bila tema yang diangkat memang bertujuan demikian.

Kalau umat Islam di suatu negeri secara serempak sepakat menolak penjajahan asing dengan cara turun ke jalan dalam jumlah jutaan, tentu hal ini akan menjadi bahan perhitungan.

Urusan menggetarkan hati lawan, memang telah diisyaratkan di dalam Al-Quran:

" Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)". 
(QS Al-Anfaal: 60).


Selain itu, dari sisi kewajiban untuk menegur penguasa yang telah berlaku zalim, ada dadits Rasul saw yang menjadi landasan.

" Seutama-utamanya jihad adalah perkataan yang benar terhadap penguasa yang zhalim. "
(HR Ibnu Majah, Ahmad, At-Tabrani, Al-Baihaqi, An-Nasa’i dan Al-Baihaqi).

" Barangsiapa melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya, dan jika tidak mampu, dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. "
(HR Muslim).

Tentunya teguran itu harus disampaikan secara tertutup terlebih dahulu, dengan cara yang persuasif, kekeluargaan dan sopan. Barulah bila semua jalan mengalami kebuntuan, domonstrasi turun ke jalan bisa dijadikan alternatif. Hal ini berlaku khususnya bila tema demontrasi itu untuk mengeritik penguasa muslim yang ada kemungkinan berlaku menyimpang.

ADAPUN JIKA sebuah demo ditujukan kepada orang-orang kafir yang telah berlaku sewenang-wenang, bahkan menginjak-injak harga diri muslimin, tentu saja merupakan hal yang wajar. Misalnya, demonstrasi anti produk negara-negara yang melecehkan pribadi Rasulullah SAW.

Tidak cukup rasanya kita hanya berdiam diri dan menelan kekesalan kita hanya di dalam hati.

Kemarahan kita, perlu kita tujukkan kepada orang-orang kafir itu, agar mereka tidak menganggap rendah kepada kita.

Hal itu pernah dilakukan oleh Nabi SAW dengan para sahabatnya, yaitu saat mereka melakukan Thawaf Qudum setelah peristiwa Hudaibiyah.

Mereka melakukan demo memperlihatkan kebenaran Islam dan kekuatan para pendukungnya (unjuk rasa dan unjuk kekuatan) dengan memperlihatkan pundak kanan (idhthiba’) sambil berlari-lari kecil.

Bahkan beliau secara tegas mengatakaan saat itu, ”Kita tunjukkan kepada mereka (orang-orang zhalim) bahwa kita (pendukung kebenaran) adalah kuat (tidak dapat diremehkan dan dimain-mainkan).”

Rasulllah SAW dan para shahabat juga pernah melakukan demonstrasi sambil meneriakkan dan menyerukan tauhid dan kerasulan Muhammad saw di jalan-jalan sambil menelusuri jalan Makkah dengan tetap melakukan tabligh dakwah, ketika umar bin khotob masuk islam.

Maka sebenarnya hukum demonstrasi itu harus dikaji secara mendalam, baik situasinya, kepentingannya, efektifitasnya serta perhitungan lainya.

Kita tidak bisa menggeneralisir bahwa hukum demo itu halal atau haram. Apalagi sekedar mengatakan bahwa demonstrasi itu haram lantaran dahulu para jin atau orang kafir pernah melakukannya.

Hujjah seperti ini agak terlalu dangkal dan terlalu menyederhanakan masalah.

Sebaliknya, harus ada suatu kajian dari para ulama tentang urgensi demonstrasi sebagai reaksi dari suatu keadaan.

Dan boleh jadi memang hukumnya haram untuk keadaan tertentu, namun bisa jadi malah wajib untuk alasan yang lain.

Misalnya bila sudah tidak ada jalan lain kecuali hanya demonstrasi yang mungkin bisa dilakukan dan menghasilkan sesuatu yang positif. Maka saat itu berlaku kaidah:

" Sesuatu hal yang tidak akan tercapai dan terlaksana kewajiban kecuali dengannya, maka hal tersebut menjadi wajib".

Sehingga dalam hal ini suatu tujuan yang akan ditempuh dengan mengharuskan menggunakan sarana, maka pemakaian sarana tersebut menjadi wajib.

Dan dalam ukuran tertentu, demonstrasi merupakan salah satu dari sekian banyak sarana yang mungkin digunakan dalam melaksanakan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar, dakwah dan jihad.


Wallahualam...

Oleh : bangronay

bangronay.blogpsot.com

Fb : kajian fiqih islam

Minggu, 27 November 2016

FIQIH PERNIKAHAN part4 " kewajiban istri "

๐ŸŒบ FIQIH PERNIKAHAN part4

๐Ÿ”ต Kewajiban Istri Terhadap Suami.


Apa yang menjadi kewajiban istri di satu sisi tentu menjadi hak suami di sisi yang lain, dan begitu juga sebaliknya apa yang menjadi kewajiban suami tentu menjadi hak istri di sisi yang lain dan keduanya berjalan berdampingan tidak bisa saling terpisah antara kewajiban istri dan hak suami.

Apa saja yang menjadi kewajiban istri terhadap suami?? Berikut uraiannya.


๐Ÿ”ฐ1. Penyerahan Diri

Maksudnya Seorang Istri wajib menyerahkan dirinya sepenuhnya untuk suaminya khususnya dalam hal hubungan seksual.

Dan ini adalah kewajiban yang paling utama sekali buat istri terhadap suami.

Sebab pernikahan itu pada hakikat nya memang bertujuan menghalalkan hubungan seksual.

Namun kewajiban istri yang satu ini berbanding juga dengan kewajiban suami untuk menunaikan kewajibannya yaitu mahar dan nafkah. Oleh karena itu bila suami tidak membayarkan mahar atau nafkah maka istri berhak untuk menolak ajakan suami untuk berhubungan seksual.


๐Ÿ”ฐ2. Istimta'

Istimta adalah hubungan kelamin antara suami dan istri.

Hukumnya menjadi kewajiban sekaligus hak bagi masing-masing bahkan Salah satu tujuan pernikahan adalah istimta' itu sendiri.

Dalil :
" para istrimu itu adalah ladangmu maka datangilah ladangmu itu dengan cara yang kamu mau "
( QS.Albaqarah : 223 )

Karena istimta itu merupakan kewajiban istri atas suami maka suami berhak melarang istrinya melakukan hal-hal yang sekiranya menghalangi terjadinya istimta'.

Contoh misal :

Suami berhak melarang istrinya melakukan puasa sunnah.

Dan juga berhak memerintahkan istrinya untuk segera mandi janabah seusai haid atau nifas sebab bila belum mandi Maka hal itu menghalangi istimta'.

Termasuk juga suami berhak memerintahkan istrinya memakai wewangian dirumah dan mencukur bulu kemaluannya.

Suami berhak melarang istri memakan makanan yang menimbulkan bau tidak sedap seperti bawang dan sejenisnya, juga untuk membersihkan diri dari kotoran najis memotong kuku mencukur bulu ketiak menggosok gigi dan seterusnya.


๐Ÿ”ฐ3. Di Beri Pelajaran Waktu Nusyudz.

Di antara hak suami kepada istrinya pada saat nusyuz adalah diberikan-nya pelajaran oleh suaminya.

Dalil :
" wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka"
( QS an-nisa: 34 )


๐Ÿ”ฐ4. Minta Izin Berpergian.

Diantara kewajiban istri atas suaminya adalah meminta izin untuk keluar rumah Bila akan berpergian.

Dalil :
" seorang wanita datang dan bertanya kepada Rasulullah SAW,. ' Apa hak seorang suami atas istrinya ?'
Beliau SAW menjawab ' hak nya adalah istri tidak keluar rumah kecuali atas izinnya. kalau istrinya nekat keluar juga maka malaikat langit, malaikat kasih sayang dan Malaikat azab melaknatnya sampai dia pulang"
( HR.Al-Bazzar )


๐Ÿ”ฐ5. Tidak Mengizinkan Laki2 Lain Masuk Rumah

Diantara kewajiban istri terhadap suami adalah tidak mengizinkan laki-laki lain masuk ke dalam rumah suaminya.

Namun apabila suami sendiri yang mengajak atau mengizinkannya tentu hukumnya menjadi boleh.

Dalil :
" tidak halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sunnah padahal suaminya bersamanya kecuali atas izinnya dan janganlah mengizinkan orang masuk ke rumahnya kecuali atas izinnya juga"
( HR.Bukhari dan Muslim )


๐Ÿ”ฐ6. Ikut Suami

Seorang Istri diwajibkan untuk ikut suaminya dan tinggal pada rumah yang telah ditentukan oleh suaminya meskipun tempat itu jauh dari rumah asalnya.

Karena dengan tinggal di rumah suaminya atau bersama suaminya itulah yang menyebabkan seorang istri berhak mendapatkan nafkah.

Ketika seorang istri bersikeras hidup terpisah dari suaminya maka pada dasarnya kewajiban suami untuk memberi nafkah pun gugur dengan sendirinya.

Wallahualam..

Bersambung ke part 5.

Sumber : kitab seri fiqih kehidupan jilid 8.

Bangronay.blogspot.com

Fb : kajian fiqih islam

Selasa, 22 November 2016

FIQIH PERNIKAHAN part13

๐ŸŒบ FIQIH PERNIKAHAN part3.

๐Ÿ’ฅ KEWAJIBAN SUAMI

๐Ÿ”น1. Memberi mahar

Mahar adalah harta bernilai nominal tertentu yang menjadi kewajiban suami dan menjadi hak istri yang ditetapkan ketika akad nikah dilakukan.

Dalilnya adalah :

" berikanlah mahar kepada wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari itu dengan senang hati Maka makanlah pemberian itu yang sedap lagi baik akibatnya"
( QS.Annisa : 4 )

Apabila mahar sudah ditetapkan dan disepakati dan diserahkan kepada istri maka sepenuhnya mahar itu jadi milik istri, suami sudah tidak lagi menjadi pemilik.

Dalilnya :
" maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan dosa yang nyata."
( QS.An-nisa : 20 )

๐Ÿ”น2. Memberi nafkah

Kewajiban suami yang kedua adalah memberikan nafkah secara rutin.

Nafkah adalah harta pemberian suami kepada istri yang seusai diberikan, maka harta itu berubah status kepemilikannya menjadi milik istri.

" wajib lah suami yang mampu untuk memberi nafkah menurut kemampuannya dan orang yang disempitkan rejekinya hendaknya memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya"
( QS.Ath-Thalaq : 7 )

Dari ayat diatas ini jelas bahwa suami yang kaya ataupun miskin wajib memberikan nafkah kepada istrinya sesuai kemampuannya.

Dan nafkah itu terdiri dari memberi makan, pakaian dan tempat tinggal bagi istri dan anaknya.

" dan kewajiban Ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang Ma'ruf"
( QS. Al-Baqarah : 233 )

๐Ÿ”น3. Menyetubuhi

Menyetubuhi istri adalah kewajiban suami kepada istrinya di satu sisi, dan di sisi lain menjadi hak bagi suami mendapatkannya dari istrinya, artinya kedua belah pihak punya hak dan kewajiban yang sama yaitu saling menunaikan Tugas kewajiban dan juga saling berhak menerimanya.

Namun tentang status hukum bagi suami untuk menyetubuhi istrinya sedikit ada perbedaan pendapat dikalangan ulama.

๐Ÿ”ฐ1. Wajib

Jumhur ulama diantaranya mazhab Al Hanafiah al-maliki dan al-hanabilah sepakat menyebutkan bahwa menyetubuhi istri hukumnya wajib bagi suami.

Maka sehingga bila suami tidak menunaikan kewajiban itu dia berdosa.

Dasarnya adalah Hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

" dan istrimu punya hak atas dirimu "
( HR. Bukhari )

" puasalah tapi juga berbukalah, lakukanlah shalat malam tapi juga tidur dan datangilah istrimu"
( HR. Ad-daruquthni )


๐Ÿ”ฐ2. Sunnah

Sedangkan dalam pandangan mazhab as-syafi'iyah hukum atas suami menyetubuhi istri bukanlah merupakan kewajiban melainkan hukumnya Sunnah.
( Mughni Al muhtaj jilid 3 hal 251 ).

Dalam hal ini makan sapi yang memandang bahwa menyetubuhi istri bukan sebagai kewajiban suami melainkan sebagai hak suami atas istrinya.

Sehingga suami tidak bersalah bila meninggalkan istrinya tanpa disetubuhi.

Namun dalam mazhab ini menyetubuhi Istri tetap dianggap perbuatan yang mulia dan disunnahkan hal itu menjadi sebuah kerahiman buat istri.


๐Ÿ”น4. Bermalam Bersama Istri

Hukum bermalam bersama istri para ulama berbeda pendapat tentang masalah hukumnya.

๐Ÿ”ฐ1. Wajib

Mazhab al-hanafiyah dan hanabilah mengatakan wajib

Dasarnya :

" pada tubuhmu ada kewajiban yang harus kamu tunaikan, pada matamu juga ada kewajiban yang harus kamu tunaikan dan pada tubuh istrimu juga ada kewajiban yang harus kamu tunaikan."
( HR Bukhari dan Muslim )

Namun tentang ukuran dan kadarnya keduanya tidak sama persis menetapkan aturannya.

mazhab hanafi tidak menetapkan minimal harus bermalam,.

sedangkan mazhab al-hanabilah menetapkan minimal bermalam bersama istri adalah tiap 1 hari dalam 4 hari.

logikanya bahwa maksimal seorang suami boleh mempunyai empat istri sehingga seorang istri setidaknya berhak tidur bersama suaminya sekali dalam 4 malam.

๐Ÿ”ฐ2. Tidaj wajib

Sedangkan yang memandang bahwa bermalam bukan merupakan kewajiban adalah mazhab Malikiah dan assafiiyah keduanya memang tetap menganjurkan Namun status hukumnya Sunnah dan bukan merupakan kewajiban.


๐Ÿ”น5. Menggilir Istri

apabila seorang suami punya lebih dari satu istri dalam waktu bersamaan maka menjadi kewajiban suami untuk menggilir istrinya dengan adil.

Dasarnya :

" seorang yang punya 2 istri maka dia harus adil di antara keduanya sebab bila tidak makan nanti di hari kiamat dia datang dalam keadaan miring"
( HR. Tarmizi dan Al Hakim )


๐Ÿ”น6. Berkhidmat Memberikan Pelayanan.

Memberi pelayanan atau khidmat menurut jumhur ulama adalah kewajiban para suami kepada istri.

para istri sendiri pada hakekatnya tidak punya kewajiban untuk berkhidmat kepada suaminya.

memberi pelayanan yang paling utama ialah dalam masalah makan dan minum, namun rincian bentuk kidmat suami kepada istri adalah sebagai berikut :

๐Ÿ‘ฅ Mazhab hanafi

" seandainya suami pulang bawa bahan pangan yang masih harus dimasak dan diolah lalu istrinya enggan untuk memasak dan mengolahnya maka istri itu tidak boleh dipaksa. suaminya diperintahkan untuk Pulang membawa makanan yang siap santap"
( Badai'u Asanai jilid 4 hal 24)

" seandainya Seorang Istri berkata Saya tidak mau masak dan membuat roti maka istri itu tidak boleh dipaksa untuk melakukannya dan suami harus memberinya makanan siap santap atau menyediakan pembantu untuk memasak makanan"
( kitab al fatawa al Hindia fi fhiqil Hanafiah )


๐Ÿ‘ฅ Mazhab Maliki

" wajib atas suami melayani istrinya meski suami memiliki keluasan rezeki, sementara istrinya punya kemampuan untuk melayani namun tetap kewajiban istri bukan berkhidmat. suami adalah pihak yang wajib berkhidmat, maka wajib atas suami untuk menyediakan pembantu buat istrinya"
( Asy - syarhul Kabir oleh Ad-dardir )


๐Ÿ‘ฅ Mazhab Syafi'i

" tidak wajib atas istri berkhidmat untuk membuat roti, memasak, mencuci dan bentuk khidmat lainnya karena yang ditetapkan dalam pernikahan adalah kewajiban untuk memberi pelayanan seksual. sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban istri"
( Al majmu Syarah Al muhadzdzab )


๐Ÿ‘ฅ Mazhab Hanabilah

" seorang istri tidak diwajibkan untuk berkhidmat kepada suaminya baik berupa mengadoni bahan makanan, membuat roti, memasak dan yang sejenisnya. termasuk menyapu rumah, menimba air disumur. ini merupakan Nash Imam Ahmad rahimullah karena akadnya hanya kewajiban pelayanan seksual, maka pelayanan dalam bentuk lain tidak wajib dilakukan oleh istri. namun yang lebih utama adalah melakukan apa yang sudah menjadi adat karena Kehidupan itu tidak akan teratur tanpa menjalankan adat "
( Al Mughni jilid 7 hal 21)


๐Ÿ‘ค Yusuf Al-Qardawi

Namun kalau kita baca kitab fiqih kontemporer dokter Yusuf Al qardhawi, beliau kurang setuju dengan pendapat jumhur ulama ini.

beliau cenderung tetap mengatakan bahwa wanita wajib berkhidmat di luar urusan seks kepada suaminya.

Dalam pandangan beliau wanita wajib memasak, menyapu, mengepel dan membersihkan rumah.

Asalkan para istri itu harus digaji dengan nilai yang pasti oleh suaminya di luar dari nafkah.

Dan uang gaji itu harus di luar semua biaya kebutuhan rumah tangga.

Waallahualam..

Bersambung ke part4 yaitu kewajibaj istri insyaallah..

Sumber : kitab Seri Fiqih Kehidupan Jilid 8.

bangronay.blogspot.com

Fb : Kajian Fiqih Islam

Kamis, 17 November 2016

FIQIH PERNIKAHAN part 2

๐ŸŒบ FIQIH PERNIKAHAN part2

๐Ÿ’ฅ WALI HAKIM

Istilah wali hakim sering kali dipahami keliru oleh masyarakat awam.

๐Ÿ”ฐ1. Salah Kaprah

Ketika ayah kandung dari pengantin perempuan tidaj mau menikahkan anaknya, biasanya kalo tetap nekat mau menikah juga, muncul kemudian tokoh 'wali hakim'.

Sayangnya wali hakim yg dimaksud ternyata tidak sesuai dgn ketentuan syariah islam. Karena siapa aja dianggap bisa menjadi wali.

Dan biasanya tokoh2 agama semacam ustadz, kiayai, mubaligh, penceramah, sesepuh, bahkan pimpinan pondok pesantren, ormas dan kelompok pengajian yasinan, majelis dzikir dan seterusnya.

Praktek seperti ini sudah terlanjur menjadi kebiasaan di tengah masyarakat, seolah olah wali hakim bisa mengesahkan sebuah pernikahan begitu saja.

๐Ÿ”ฐ2. Pengertian Hakim

Padahal yg dimaksud wali hakim tidak lain adalah penguasa yg sah, dalam hal ini adalah kepala negara atau kepala pemerintahan.

Dalil :

" sultan adalah wali bagi mereka yg tidak punya wali"
( HR. Ahmad, Abu daud, tarmidzi dan ibnu majah)

Dimasa Nabi, yg menjadi sultan yah Rosulullah saw sendiri. Dimasa khalifahurasyidin yg menjadi sultan adalah abu bakar, umar, usman dan ali radiyallahualaihim.

Dan begitulah yg berlaku dimasa masa selanjutnya, bahwa wali hakim adalah para khalifah dan sultan negara.

Untuk ukuran negara indonesia saat ini yaitu presiden republik indonesia sebagai wali hakim.

Para presiden ini kemudian berhak menunjuk atau mengangkat secara resmi para pembantu dalam melaksanakan tugasnya.

Dan khusus untuk masalah ini yg biasanya diberikan wewenang ialah mentri agama republik indonesia.

Lalu mentri itu mengangkat wakil2nya diberbagai propinsi, kabupaten dan kecamatan, yaitu para pimpinan kantor wilyah ( kanwil), kantor daerah, hingga kantor urusan agama ( KUA).

Maka kesimpulannya, yg dimaksud dgn wali hakim tidak lain adalah para petugas resmi di kantor urusan agama ( KUA).

๐Ÿ”ฐ4. Selain Sultan Haram Menikahkan.

Selain penguasa yg sah, tidak boleh ada pihak2 tertentu, walaupun termasuk tokoh yg terpandang, untuk bertindak sebagai wali hakim.

Apabila ketentuan ini dilanggar, tentu saja berdosa, bahkan termasuk dosa besar.

Pada dasarnya menikah itu adalah menghalalkan kemaluan seorang perempuan. Pada urusan kemaluan wanita ini sangat esensial dan prinsipil, tidak boleh digampangkan.

Didalam kaidah fiqih disebutkan bahwa hukum dasar dari kemaluan wanita adalah haram.

" hukum asal dari kemaluan wanita adalah haram "

Dan sesuatu yg haram tidak akan lantas begitu sajja mejadi halal tanpa ketentuan yg ketat yg telah Allah tetapkan. Yaitu dgn pernikahan yg syah menurut syariat.

Hak ayah kandung sebagai wali tidak boleh dirampas begitu saja oleh siapa pun, kecuali memang melewati prosedur yg dibenarkan syariat.

Salah satu prosedurnya adalah lewat penguasa atau sultan.

Bila ada pihak2 yg merampas wewenang ayah kandung sebagia wali, maka ia telah berdosa besar, karena menghalalkan zina.

Bahkan dosanya lebih besar dari orang yg berzina ditempat pelacuran.

Ko bisa begitu?

Lelaki hidung belang dtg ketempat pelacuran mereka mengetahui kalo apa yg merekan lakukan adalah dosa, oleh karena itu pasti di hati kecilnya suatu saat akan berhenti dari berzinah.

Berbeda dgn wali gadungan walupun ia berjuluk kiyai, ustad, tokoh masyarakat, figur, habib, syekh dan sebagainya, mereka telah menghalalkan zina secara abadi.

Pasangan yg dinikahkan secara haram itu akan melakukan hubungan zina setiap kali mereka berhubungan badan. Coba silakan hitung sendiri berapa kali mereka berzinah dalam hidupnya.

Dan semua itu terjadi begitu saja, tanpa mereka ketahui bahwa perbuatan mereka adalah zina yg telah Allah haramkan. Namun mata mereka tertutup, karena mereka merasa sudah mendapat jaminan kehalalan lewat kiyai, ustad, syekh, habib, murobi, tokoh masyarakat dan sebagainya.

Kalo nanti di akherat ada antrian masuk neraka, maka para wali gadungan inilah yg berada pada urutan pertama. Sebab mereka telah memutar balikan hukum Allah seenaknya.


๐Ÿ’ฅ WALI A'DHAL

Seorang Ayah kandung yg tidak mau menikahkan anak gadisnya disebut wali a'dhal, yaitu wali yg menolak menikahkan.

Dalam kondisi seperti ini bisa saja wali hakim yg bertindak menikahkan.

Tentunya semua itu harus ada pengecekan ulang, pemeriksaan kepada banyak pihak termasuk juga keluarganya dan terutama kepada ayah kandung nya.

Dan hal itu memerlukan proses yg tidak sebentar, karena harus melibatkan banyak orang.

Juga harus didengar dgn seksama alasan yg melatar belakangi orang tuanya kenapa tidak mau menikahkanya.

Tetapi sekali lagi, amat besar tanggung jawab seorang hakim bila sampai dia harus mengambil alih kewalian wanita.

Dan tentu saja keputusan ini harus melalui proses yg syah dan resmi menurut pengadilan yg ada.

Bukan sekeadar hakim2an dgn proses kucing2an.

Wallaualam

Bersambung ke part3.

Sumber : kitab Seri Fiqih Kehidupan jilid 8.

#bangronay.Blogspot.com
Fb : kajian fiqih islam.

Minggu, 13 November 2016

FIQIH PERNIKAHAN part 1 " WALI NIKAH"

๐ŸŒบ FIQIH PERNIKAHAN part 1.

๐Ÿ”ต WALI NIKAH

Pertanyaan :
Apa sih yg disebut wali nikah, apakah ia adalah sebatas orang tua kandung saja?, bagaimana urutannya yg boleh menjadi wali nikah bagi perempuan?

Jawab :

๐Ÿ”ฐ Istilah
Secara istilah wali nikah adalah = org yg memiliki wilayah atau melaksanakan akad atas orang lain dgn seizinnya.

Dalam akad wanita tidak melakukan ijab qabul, melainkan dilakukan oleh wali dr wanita tersebut.

๐Ÿ’ฅ WALI SEBAGAI RUKUN NIKAH

Jumhur ulama sepakat bahwa wali nikah salah satu rukun nikah, dimana tanpa adanya wali maka pernikahhannya tidak sah.

Kaloupun dipaksakan menikah tanpa wali yg sah maka hukumnya batil dan apabila terjadi hububgan seksual maka disebut zina.

" tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali "
( HR. Ahmad)

" siapaun wanita yg menikah tanpa izin walinya maka nikahnya batil, nikahnya batil, dan nikahnya batil..."
( HR. Ahmad, Abu daud, tarmidizi, ibun majah)


๐Ÿ’ฅ SYARAT SAH WALI

Agar akad nikah itu sah hukumnya maka yg bertindak sebagai wali harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain.

๐Ÿ”น1. Laki2

Apapun hubungannya dgn wanita yg dinikahhkan maka harus laki2, dan jalur perwalian itu hanya dtg dari jalur ayah, baik kake, paman, keponakan atau sepupu. Tidak ada jalur wali dari keluarga ibu.

๐Ÿ”น2. Kesamaan Agama

Seagama antara wanita dgn walinya, tidak bisa berbeda agama. Misal bapaknya kristen anak wanitanya islam atau sebaliknya.

๐Ÿ”น3. Berakal
Orang gila, stres, dll tidak sah menjadi wali.

๐Ÿ”น4. Baligh

๐Ÿ”น5. Merdeka
Maksudnya bukan budak.

๐Ÿ”น6. Al adalah
Al adalah maksudnya disini adalah lawan dari fasik.

Al adalah adalah bentuk dari orang yg menjaga diri dari dosa2 besar, menjalankan ibadah terutama rukun islam.

Jadi seorang wali itu bukan pelaku dosa besar alias fasik.

Dosa2 besar itu seperti musyrik, membunuh, suka minuman keras, zinah, meninggalkan sholat, meninggalkan puasa wajib, meninggalkan zakat, dll.

Dasarnya :
" tidak sah sebuah pernikahan kecuali dgn dua orang saksi dann wali yg mursyid "
( HR. Ahmad)

๐Ÿ’ฅ URUTAN WALI

Urutan wali nikah menurut jumhur ulama adalah :

๐Ÿ”น1. Ayah kandung

Wali yg asli dan sesunguhnya tidak lain adalah ayah kandung secara nasab.

๐Ÿ”น2. Kakek
Apabila sang ayah tidak ada entah itu meninggal atau hilang tidak tau kemana dan tidak diketemukan. Maka urutan berikutnya adalah kakek dari pihak ayah, bukan pihak ibu. Kakek pihak ibu tidak sah sebagai wali.

๐Ÿ”น3. Saudara se ayah dan se ibu ( kakak atau adik)

Maksud nya saudara disini adalah saudara laki2 dari pengantin perempuan, baik itu sebagai kakak atau adik.

Ada dua macam saudara dalam dalam hal ini, yaitu saudara seayah dan seibu dan saudara yg hanya seayah tapi tidak seibu. Bila ada saudara seayah dan seibu maka dia harus di dahulukan sebagai wali.

๐Ÿ”น4. Saudara seayah tapi tidak seibu.

๐Ÿ”น5. Keponakan dari saudara yg seayah dan seibu.

Keponakan disini harus laki2, dan merupakan anak dari saudara laki2. Sedangkan keponakan perempuan tidak sah, demikian juga keponakan laki2 dari saudara perempuan tidak sah sgb wali.

๐Ÿ”น6. Keponakan dari saudara seayah saja.

Keponakan dari saudara seayah saja berada pada urutan beerikutnya.

๐Ÿ”น7. Paman

Paman adalah saudara laki2 ayah bagi pengantin wanita. Baik itu adiknya ayah atau kakanya ayah.

Paman dari pihak ibu tidak sah sebagai wali.

๐Ÿ”น8. Anak paman ( sepupu)

Sepupu laki dari paman pihak ayah adalah urutan yg paling akhir dari para wali yg ada.


Kesimpulan :

Daftar wali diatas tidak boleh dilangkahi atau diacak2. Sehingga apabila ayah kandung masih hidup, maka tidak boleh hak kewaliannya itu diambil alih oleh wali pada nomor berikutnya, kecuali bila pihak yg bsrsangkutan memberi izin dan haknya itu kepada mereka.

Penting untuk diketahui bahwa seorang wali berhak mewakilkan hak perwaliannya itu kepada orang lain, meski tidak termasuk dalam daftar para wali.

Hal itu biasa sering dilakukan ditengah masyarakat dgn meminta kepada tokoh ulama setempat untuk menjadi wakil dari wali yg syah.

Sehingga bila dimana ayah kandung tidak bisa hadir dlm sebuah akad, maka dia bisa saja mewakilkan hak perwaliannya itu kepada orang lain yg dipercaya, meski bukan urutan dalam daftar para wali.

Lalu bagaimana dgn hukumnya nikah lari, alias siperempuan kabur dgn pasangannya terus menikah diluar sana tanpa sepengetahuan dan sepertujuan orang tuanya? Tentu saja pernikahan ini batil, kalo dia melakukan hubungan seksual dianggap zinah dosa besar.

begitu juga ada kelompok menyimpang yg menganggap kalo orang tuanya belum masuk golongannya maka masih musyrik atau kafir sehingga tidak berhak jadi wali, dan akhirnya yg menikahkan dan selaku wali adalah orang dari kelompoknya yg biasa disebut nikah sirr terlebih dahulu.

Jelas ini suatu kebatilan yg sangat besar, seandainya mereka melaukakn hubungan seksual maka dianggap zinah, dan adapun orang yg menikahkan sebagai wali gedungan, entah itu ustad, kiyai, syekh, murobi dll maka ia telah berdosa besar sekali karena mengambil hak perwalian sesungguhnya yaitu orang tua kandungnya, tempatnya berada di neraka jahanam yg paling dalam.


Wallahualam..

Bersambung... Ke part 2 yaitu wali hakim.

Sumber : Kitab Seri Fiqih Kehidupan jilid 8

#bangronay
Fb : kajian fiqih islam
bangronay.blogspot.com

Kamis, 10 November 2016

HUKUM SUTRAH DALAM SHALAT

๐Ÿ”ต APAKAH SHALAT HARUS PAKAI SUTRAH??

Sering kita melihat orang sholat memakai sutrah didepannya, tapi terkadang juga kita temukan ada orang yg sholat tanpa menggunakan sutrah.

Lalu bagaimana hukumnya memakai sutrah??

๐Ÿ’ฅ DEFINISI

Secara bahasa sutrah berasal dari kata
sataro- yasturu yg artinya menutupi atau menyembunyikan.

Sedangkan secara istilah adalah sesuatu yg dijadikan oleh seseorang yg sedang sholat didepannya sebagai pembatas antara dirinya dengan org lewat di depannya.
( al-mausuah al-fiqiyah al-kuwaitiyah jilid 24 hal 177)

๐Ÿ‘‰๐Ÿป Dalil
" jika salah seorang dari kalian sholat menghadap sesuatu yg ia jadikan sutrah terhadap orang lain, kemudian ada seseorang yg mencoba lewat diantara ia dgn sutrah, maka cegahlah. Jika ia enggan dicegah maka perangilah ia, karena sesungguhnya ia adalah setan "
( HR. Al-Bukhari)

๐Ÿ‘‰๐Ÿปdalil 2
" jgnlah engkau sholat kecuali menghadap sutrah dan janganlah engkau biarkan seorangpun lewat didepanmu. Apabila dia enggan, maka perangilah karena sesunguhnya bersamanya ada setan "
( HR. Muslim)

๐Ÿ‘‰๐Ÿป dalil 3
" jika salah satu diantara kalian shalat maka hendaklah dia bersutrah walupun hanya dgn anak panah "
( HR. Ahmad)


Para ulama sepakat bahwa sutra di syariatkan bagi orang yg sholat. Akan tetapi para ulama berbeda pendapat dalam masalah hukum sutrah itu sendiri.

Berikut ini akan saya paparkan beberapa pendapat ulama pada setiap mazhab.


๐Ÿ”ฐ Mazhab Hanafi

Beliau mengatakan bahwa sutrah dianjurkan bagi org yg shalat ditengah padang pasir. Bahkan beliau juga mengatakan tidak apa-apa jika org yg shalat itu tidak menggunakkan sutrah. Dgn syarat dia merasa aman dari mondar mandir orang didepannya.
( fathul qodir)


๐Ÿ”ฐ Mazhab Malik, Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hanbali ( jumhur ulama / mayoritas)

Mereka mengatakan bahwa sutrah hukumnya sunnah, dan apa saja yg lewat didepan org yg sedang sholat maka sholatnya tidak batal.
( al kafi fi fiqhi ahlil madinah jilid 1 hal 209)

" disunnahkan bagi org sholat untuk menggunakan sutrah seperti tembok atau tiang. Jika tidak ada maka boleh dgn tongkat atau membuat garis didepannya "
( asnal mathalib syarh raudhu at-thalib jilid 1 hal 294)


Jadi kesimpulannya bahwa sutrah itu hukumnya adalah sunnah tidak ada ulama satupun yg mengatakan bahwa sutrah itu wajib.

Hanya saja mereka berbeda pendapat dalam menetukan kadar sutrah dan benda apa saja yg boleh dijadikan untuk sutrah itu sendiri.


๐Ÿ”ฐ Mazhab syafii
Didlam mazhab syafii kalangan ulamanya terbagi dua sutrah dlm menentukan sutrah.

1. Sutrah itu boleh dlm bentuk tiang, tembok, tongkat, tas dll walaupun harus mengunakan garis saja didepan sudah sah untuk sutrah.

2. Sutrah hanya sebatas garis saja tidak sah sebagai sutrah.

๐Ÿ”ฐ Mazhab Hanbali

Sutrah boleh apa saja walaupun sekedar dgn garis saja.

Wallahualam..

Ustad Muhammad Ajib Assyafii. Lc

#banngronay
Bangronay. Blogspot. Com

Rabu, 02 November 2016

MEMILIH PEMIMPIN APAKAH HARUS MUSLIM

๐Ÿ’ฅ MEMILIH PEMIMPIN, APAKAH HARUS MUSLIM??

๐Ÿ”น1. Penanya ( P )
๐Ÿ”ธ2. Bang Ronay ( BR )

๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚

P : bagaimana hukumnya memilih pemimpin non muslim??

BR : hukum yg mana??
Memilih pemimpin non muslim hukumnya boleh, kalo memakai hukum negara ini, kalo ada anggapan tidak boleh maka anda akan terkena kasus SARA atau Rasis, itu menurut hukum negara ini.

Tapi kalo menurut hukum agama islam, maka itu HARAM.

๐Ÿ”นP : kenapa haram?

๐Ÿ”ธ BR : karena itu perintah Allah SWT yg sudah ada dalil maupun sumber yg kuat berasal dari Alquran dan Sunnah. Salah satunya surat al maidah ayat 51 dgn adanya larangan memilih pemimpin non muslim.

๐Ÿ”นP : tapi kenerjanya sangat bagus dalam memimpin walaupun dia non muslim, dibandingkan orang islam itu sendiri.

๐Ÿ”ธBR : kembali ke surat al maidah ayat 51. Ayat ini bentuknya perintah dan sifatnya umum, mau non muslim yg bagus atau yg bodoh sekalipun, kalo ia non muslim maka tidak boleh dipilih.

Tidak ada sedikitpun keringanan dlm memilih, kalo ia non muslim maka haram untuk dipilih dan ini harga mati dalam islam.

๐Ÿ”นP : harga mati??

๐Ÿ”ธBR : Iya harga Mati,. Karena ini perintah yg wajib ditaati. Mungkin akan sy kasih perempumaan sedikit biar mengerti.

Orang berwudhu, terus dia kentut, maka..???

๐Ÿ”นP : yah batal wudhunya bang. Dia harus mengulang lagi wudhunya, Agar suci kembali dari hadas kecil.

๐Ÿ”ธBR : Kita tau wudhu itu membasuh muka, tangan, kaki dan kepala sebagian besarnya, lalu kenapa yg kentut pantat tapi yg dibasuh malah muka, tangan, kaki dan kepala?
Kenapa pantat tidak dibasuh? Atau cebok?

๐Ÿ”นP : benar juga bang, kenapa yg kentut pantat, ko yg dibasuh malah muka tangan dan anggota wudhu yg lain.

๐Ÿ”ธ BR : jawabannya itu adalah perintah yg dtgnya dari Allah.
Seandainya ia mandi 7x dgn sabun, berendam di bak mandi sehari semalam, sampai tuh badan benar2 bersih, tetap ia belum bisa dikatakan suci dari hadas, sebelum ia berwudhu.

Karena wudhu itu adalah perintah sekaligus ritual yg dtgnya dari Allah, dengan cara itulah Allah ingin disembah oleh manusia, tidak usah ditanya kenapa harus begini kenapa harus begitu, manfaatnya apa dan apa hikmahnya, karena tugas kita hanya samina wa a'tona yaitu dengar dan taat.

Jangankan Allah memerintahkan kita umat islam untuk tidak memilih pemimpin non muslim, seandainya Allah memerintahkan kita untuk membunuh anak kita sendiri maka lakukan, karena itu perintah Allah. Tanpa perlu bertanya kenapa harus begini dan begitu.

Ingat Nabi ibrahim ketika Allah memerintahkan untuk membunuh anaknya nabi ismail.

Apa jawaban Nabi ibrahim dgn adanya perintah tersebut?

Apakah nabi ibrahim menolak perintah tersebut?

Padahal kalo kita telisik lagi, membunuh anak sendiri, tidak ada hikmahnya tidak ada manfaatnya, dan tujuannya apa ?
Malah mudhorotnya besar...

Tapi karena ini perintah Allah dan keimanan nabi ibrahim yg tinggi kepada Allah, maka ia melaksanakan perintah Allah tanpa harus bertanya lagi kenapa?

Intinya semakin tinggi kadar keimanan seseorang, maka akan semakin kecil ia melakukan dosa.

Semakin tinggi kadar keimanam seseorang maka ia akan hati2 sekali dalam melakukan perbuatan, seminim mungkin ia akan menjauhi dosa.

Maka kalo ada perintah yg dtgnya dari Allah untuk tidak memilih pemimpin non muslim, maka ga perlu ditanya kenapa?
Laksanakan saja, karena dgn salah satu cara ini Allah ingin disembah.

Kalo ada orang islam yg memilih pemimpin non muslim, maka ia tentunya telah berdosa, dan tidak taat kepada perintah Allah, dan kadar keimananya kepada Allah pun lemah dan ini harus hati2.

๐Ÿ”นP : tapi kan kebanyakan para pejabat politik memanfaatkan momen ini untuk menjatuhkan lawan politiknya yg non muslim, dgn isu sara.

Mereka membawa2 agama contohnya surat al maidah itu. Padahal kalo mereka menang blm tentu konswekwen atas ayat Alquran.

๐Ÿ”ธBR : itu urusan nomor dua pak. Seandainya kita mau sedekah ke amil zakat, misal zakat fitri, apakah kita harus tau secara detail, kemana aja penyalurannya, kepada siapa?, amilnya benar ga nih, kalo memang dikirim ke kaum dhuafa, yg mana kaum dhuafanya?,

Atau mungkin kita mau ngasih ke pengemis yg ada dijalan, apakah kita harus tau dulu dia miskin apa puran2 miskin, rumahnya dimana, kekayaannya berapa?, uang yg dikasih apakah buat makan apa buat main judi, buat beli rokok atau buat maksiat dll.
Tentu tidak begitu juga, yg ada malah menyulitkan kita dlm bersedakah. Kalo amilnya bermasalah tentu itu tanggung jawab amil kepada Allah di akherat. Sedangkan sedekah kita tetap diterima oleh Allah.

Begitu pula dlm memilih pemimpin, tugas kita adalah memilih pemimpin muslim bukan non muslim, kalo seandainya pemimpin muslim itu hanya memanfaatkan momen surat al maidah untuk menjatuhkan lawan politiknya, itu urusan dia nanti sama Allah di akherat.
Wallahualam

๐Ÿ”นP : ohh begitu ya bang.
Ok sy mengerti, maksih atas penjelasannya bang.


# Bang ronay

Minggu, 23 Oktober 2016

PERBEDAAN INFAQ, SEDEKAH, ZAKAT

๐Ÿ”ด Beda Infaq, Sedekah dan Zakat


๐Ÿ”ฐ1. Infaq


Kalau mengacu kepada kamus bahasa, kita akan dapati bahwa kata infaq adalah induk dari zakat dan sedekah itu sendiri, artinya zakat dan sedekah itu bagian dari infaq juga. Karena memang kata infaq [ุฅู†ูุงู‚] dalam bahasa Arab itu adalah bentuk masdar (hasil kerja) dari fi'il(kata kerja) Anfaqa-yunfiqu [ุฃู†ูู‚ - ูŠู†ูู‚] yang berarti membelanjakan harta.


Jadi, kata infaq itu sifatnya masih umum, bisa berarti positif dan bisa berarti negative. Orang yang membelanjakan hartanya berarti ia telah mengeluarkan hartanya untuk kepentingan tertentu. bisa untuk kepentingan duniawi yang sama sekali tidak pahalanya atau bahkan menuai dosa. Dan bisa juga untuk kepentingan ukhrawi yang berbuah pahala.


Dalam al-Qur'an, Allah swt menggunakan kata Infaq untuk beberapa makna yang dimensinya masih umum, di antaranya; memberlanjakan harta secara umum, memberikan nafkah kepada istri atau keluarga, dan ketika infaq itu bermakna positif, selalu digandeng dengan klause "Fi sabilillah", dan bisa juga berarti zakat;


ู„َูˆْ ุฃَู†ูَู‚ْุชَ ู…َุง ูِูŠ ุงู„ุฃَุฑْุถِ ุฌَู…ِูŠุนุงً ู…َّุง ุฃَู„َّูَุชْ ุจَูŠْู†َ ู‚ُู„ُูˆุจِู‡ِู…ْ

"Walaupun kamu membelanjakan semua  yang berada di bumi, niscaya  kamu  tidak dapat mempersatukan hati mereka." (Al-Anfal : 63)


ุงู„ุฑِّุฌَุงู„ُ ู‚َูˆَّุงู…ُูˆู†َ ุนَู„َู‰ ุงู„ู†ِّุณَุงุก ุจِู…َุง ูَุถَّู„َ ุงู„ู„ّู‡ُ ุจَุนْุถَู‡ُู…ْ ุนَู„َู‰ ุจَุนْุถٍ ูˆَุจِู…َุง ุฃَู†ูَู‚ُูˆุงْ ู…ِู†ْ ุฃَู…ْูˆَุงู„ِู‡ِู…ْ

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka  atas sebahagian yang lain, dan karena mereka  telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." 
(An-Nisa' : 34)


ู…َّุซَู„ُ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ูŠُู†ูِู‚ُูˆู†َ ุฃَู…ْูˆَุงู„َู‡ُู…ْ ูِูŠ ุณَุจِูŠู„ِ ุงู„ู„ّู‡ِ ูƒَู…َุซَู„ِ ุญَุจَّุฉٍ

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir  (Al-Baqarah : 261)


ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุงْ ุฃَู†ูِู‚ُูˆุงْ ู…ِู† ุทَูŠِّุจَุงุชِ ู…َุง ูƒَุณَุจْุชُู…ْ ูˆَู…ِู…َّุง ุฃَุฎْุฑَุฌْู†َุง ู„َูƒُู… ู…ِّู†َ ุงู„ุฃَุฑْุถِ

Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah zakat sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
(Al-Baqarah : 267)


Jadi, ketika ada seseorang yang membelanjakan hartanya untuk kemaksiatan; judi atau sejenisnya, bisa dikatakan bahwa dia telah menginfaq-kan hartanya, tapi di jalan keburukan.


Nah, ketika infaq itu ditujukan untuk kebaikan di jalan Allah swt sebagai nilai ibadah, namanya disempitkan menjadi Sedekah.


๐Ÿ”ฐ2. Sedekah

Secara bahasa sedekah berarti segala pemberian dalam bentuk bertaqarrub kepada Allah swt:


ู…َุง ูŠُุนْุทَู‰ ุนَู„َู‰ ูˆَุฌْู‡ِ ุงู„ุชَّู‚َุฑُّุจِ ุฅِู„َู‰ ุงู„ู„َّู‡ِ ุชَุนَุงู„َู‰

"segala pemberian dalam bentuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah swt" (al-Mu'jam al-Wasith, "shadaq")


Secara istlah arti sedekah tidak jauh berbeda dengan arti bahasanya; yaitu pemberian manusian kepada Allah swt melalui fakir miskin dan orang yang membutuhkan sebagai bentuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah swt.


Namun dimensi sedekah lebih luas, bukan hanya pada ranah membelanjakan harta di jalan Allah swt. Akan tetapi segala kebaikan, dalam syariah ini disebut sebagai sedekah. Dalam hadits disebutkan:


Senyummu pada wajah saudaramu adalah sedekah, amar makruf dan nahi munkar adalah sedekah, penunjuki orang yang tersesat adalah sedekah, matamu untuk menunjuki orang buta adalah sedekah, membuang batu, duri atau tulang dari jalanan adalah sedekah (HR. At-Tirmizy)


Namun, lazimnya sedekah itu digunakan untuk arti infaq dalam nilai ibadah, yaitu membelanjakan harta dan mengeluarkannya untuk jalan taqarrub dan mengharap pahala kepada Allah swt.


Dan sedekah dalam arti mengeluarkan harta sebagai jalan ibadah ada 2 jenisnya;

1. Sedekah Tathawwu' /Sunnah dan
2. sedekah Wajib.


๐Ÿ”น1. Sedekah Tathawwu'


Sedekah tathawwu' atau dalam bahasa lain disebut dengan sedekah sunnah, yaitu membelanjakan dan mengeluarkan harta untuk jalan ibadah yang sifatnya sunnah, bukan kewajiban.


Contoh sedekah sunnah itu ialah sumbangan masjid, santunan anak yatim, sedekah karpet mushalla, sedekah buka puasa ramadhan, sedekah pembangunan pesantren atau sekolah.


Dalam al-Qur'an sedekah sunnah sering diistilahkan dengan kata iqradh [ุฅู‚ุฑุงุถ] kepada Allah swt, yang artinya memberikan pinjaman atau menghutangkan kepada Allah swt.


ู…َู†ْ ุฐَุง ุงู„َّุฐِูŠ ูŠُู‚ْุฑِุถُ ุงู„ู„َّู‡َ ู‚َุฑْุถًุง ุญَุณَู†ًุง ูَูŠُุถَุงุนِูَู‡ُ ู„َู‡ُ ุฃَุถْุนَุงูًุง ูƒَุซِูŠุฑَุฉً

"Siapa yang memberikan pinjaman kepada Allah swt dengan pinjaman yang baik, maka Allah swt akan melipatgandakan pembayaran kepadanya" 
(al-Baqarah: 235)  


Disebut demikian, bukan berarti bahwa Allah swt butuh pinjaman manusia, akan tetapi digunakannya kata "meminjamkan" ini sebagai bukti bahwa apa yang manusia belanjakan di jalan Allah swt, pasti akan dibalas dan diganti oleh Allah swt. Layaknya orang yang meminjam, pasti akan dikembalikan lagi. Ini sebagai motivasi kepada manusia agar tidak segan-segan bersedekah.


Salah seorang ulama mengatakan kenapa sedekah disebut sebagai sedekah? Asal kata sedekah itu ialah kata shadaqa [ุตุฏู‚] yang berarti benar.

Nah sedekah dinamakan demikian sebagai bukti kebenaran iman seorang muslim. Jadi yang benar-benar iman, niscaya banyak sedekah.


๐Ÿ”น2.Sedekah Wajib


Seperti namanya, wajib, maka hukum sedekah jenis ini adalah sebuah keharusan yang tidak boleh tidak dilakukan, harus dilakukan karena hukumnya wajib. Sedekah wajib adalah zakat yang merupakan salah satu rukun Islam.


๐Ÿ”ฐ3. Zakat


Dalam al-Qur'an, Allah swt menyebut zakat dengan kata zakat itu sendiri, terkadang dengan kata shadaqah dan juga dengan kata infaq.


ูˆَุฃَู‚ِูŠู…ُูˆุง ุงู„ุตَّู„ุงَุฉَ ูˆَุขุชُูˆุง ุงู„ุฒَّูƒَุงุฉَ

"dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat"
(an-Nur 56)


ุฎُุฐْ ู…ِู†ْ ุฃَู…ْูˆَุงู„ِู‡ِู…ْ ุตَุฏَู‚َุฉً ุชُุทَู‡ِّุฑُู‡ُู…ْ ูˆَุชُุฒَูƒِّูŠู‡ِู…ْ ุจِู‡َุง

"ambilah hari harta-harta mereka itu sedekah (Wajib) sebagai pensucian jiwa-jiwa mereka dengan harta yang mereka keluarkan itu" 
(at-Taubah 103)


ูˆَุงَู„َّุฐِูŠู†َ ูŠَูƒْู†ِุฒُูˆู†َ ุงู„ุฐَّู‡َุจَ ูˆَุงู„ْูِุถَّุฉَ ูˆَู„ุงَ ูŠُู†ْูِู‚ُูˆู†َู‡َุง ูِูŠ ุณَุจِูŠู„ ุงู„ู„َّู‡ِ ูَุจَุดِّุฑْู‡ُู…ْ ุจِุนَุฐَุงุจٍ ุฃَู„ِูŠู…ٍ

"dan mereka yang menimbun emas dan perak mereka tanpa mau mengeluarkannya di jalan Allah, maka berikanlah berita kepada mereka tentang adzab Allah yang pedih" (at-Taubah 34)


Jadi kalau kita buat runutan ketiga istilah tersebut menjadi seperti ini:

๐Ÿ’ฅ Infaq = membelanjakan harta; di jalan Allah swt dan di Jalan setan

๐Ÿ’ฅ Infaq di Jalan Allah swt = Sedekah

๐Ÿ’ฅ Sedekah = Sunnah dan wajib

๐Ÿ’ฅ Sedekah wajib = Zakat


wallahu a'lam

Oleh ustad Ahmad zakarsih.Lc

www.bangronay.blogspot.com

Selasa, 18 Oktober 2016

FIQIH SHALAT part 12

๐Ÿ”ด FIQIH SHALAT part 12

⭕ SUNNAH2 SHALAT

1. Takbiratul ihrom✔
2. Sedekap ✔
3. Membaca taawudz✔
4. Meregangkan kaki ✔
5. Menggerakan telunjuk saat tahiyat ✔

๐Ÿ’ฅ Menggerakkan Jari Saat Tahiyat

Masalah menggerakkan jari telunjuk saat tahiyat di dalam shalat adalah masalah khilafiyah yang termasuk paling klasik, karena sejak zaman dahulu, para ulama sudah berbeda pendapat.

Perbedaan pendapat di antara mereka tidak kunjung selesai sampai ribuan tahun lamanya, bahkan sampai hari ini.

Masalahnya bukan karena para ulama itu hobi berbeda pendapat, juga bukan karena yang satu lebih shahih dan yang lain kurang shahih.

Juga bukan karena yang satu lebih mendekat kepada sunnah dan yang lain kurang dekat. Masalahnya sangat jauh dan tidak ada kaitannya dengan semua itu.

Titik masalahnya hanya kembali kepada cara memahami naskah hadits, di mana ada dalil yang shahih yang disepakati bersama tentang keshahihannya, namun dipahami dengan cara yang berbeda oleh masing-masing ulama.

Sayangnya, teks hadits itu sendiri memang sangat dimungkinkan untuk dipahami dengan cara yang berbeda-beda. Alias tidak secara spesifik menyebutkannya dengan detail dan rinci.

Yang disebutkan hanyalah bahwa Rasulullah SAW menggerakkan jarinya, tetapi apakah dengan teknis terus-terusan dari awal tahiyat hingga selesai, ataukah hanya pada saat mengucapkan 'illallah' saja, tidak ada dalil yang secara tegas menyebutkan hal-hal itu.

๐Ÿ”ฐA. Dalil-dalil tentang Menggerakkan Jari

ุซُู…َّ ู‚َุจَุถَ ุซْู†َุชَูŠْู†ِ ู…ِู†َ ุฃَุตَุงุจِุนِู‡ِ ูˆَุญَู„َّู‚َ ุญَู„ْู‚ุฉً ุซُู…َّ ุฑَูَุนَ ุฃُุตุจِุนَู‡ُ ูَุฑَุฃَูŠْุชُู‡ُ ูŠُุญَุฑِّูƒُู‡َุง ูŠَุฏْุนُูˆ ุจِู‡َุง

Dari Wail bin Hujr berkata tentang sifat shalat Rasulullah SAW, "Kemudian beliau mengenggam dua jarinya dan membentuk lingkaran, kemudian mengangkat tangannya.
Aku melihat beliau menggerakkan jarinya itu dan berdoa". (HR Ahmad, An-Nasai, Abu Daud dan lainnya dengan sanad yang shahih)

Dari Abdullah bin Umar ra berkata, "Rasulullah SAW bila duduk dalam shalat meletakkan kedua tangannya pada lututnya, mengangkat jari kanannya (telunjuk) dan berdoa".
(HR Muslim)

Dengan adanya dalil ini, para ulama sepakat bahwa menggerakkan jari di dalam shalat saat tasyahhud adalah sunnah.

Para ulama yang mengatakan hal itu antara lain adalah Al-Imam Malik, Al-Imam Ahmad bin Hanbal serta satu pendapat di dalam mazhab Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahumullah.

Tinggal yang jadi titik perbedaan adalah cara mengambil pengertian dari kata 'menggerakkan'.

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Al-Hanafiyah

Mazhab Al-Hanafiyah yang mengatakan bahwa gerakan menjulurkan jari itu dilakukan saat mengucapkan kalimat nafi (laa illaha), begitu masuk ke kalimat isbat (illallaah) maka jari itu dilipat kembali. Jadi menjulurkan jari adalah isyarat dari nafi dan melipatnya kembali adalah isyarat kalimat itsbat.

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Al-Malikiyah

Mazhab Al-Malikyah mengatakan bahwa sunnahnya menggerak-gerakkan jari tangan ke arah kanan dan kiri sepanjang lafadz tasyahhud diucapkan, sebagaimana disebutkan di dalam hadits.
( Ad-Dardir, Asy-Syarhushshaghir, jilid 1 hal. 330 )

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Asy-Syafi'iyah

Sebagian ulama seperti kalangan mazhab As-Syafi'i mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menggerakan hanyalah sekali saja, yaitu pada kata 'illallah'. Setelah gerakan sekali itu, jari itu tetap dijulurkan dan tidak dilipat lagi. Demikian sampai usai shalat.

Al-Baihaqi mengatakan bahwa yang yang dimaksud dengan 'menggerakkan' itu bukan bergerak-gerak terus dari awal hingga akhir, melainkan hanya meluruskan atau mengacungkan jari telunjuk sekali pada saat membaca dua kalimat syahadat.

Sebab ada hadits lain yang juga shahih tapi menyebutkan bahwa beliau SAW tidak menggerak-gerakkan jari, tetapi hanya menunjuk saja.

ูƒَุงู†َ ูŠُุดِูŠْุฑُ ุจِุงู„ุณَّุจَّุงุจَุฉِ ูˆَู„ุงَ ูŠُุญَุฑِّูƒُู‡َุง

Beliau menunjuk dengan jarinya tapi tidak menggerakkannya
(HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai dan Ibnu Majah)

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Al-Hanabilah

Mazhab ini berpendapat bahwa mengerakkan jarinya hanya pada setiap menyebut lafadz Allah di dalam tasyahhud.

Dan sebagian lainnya mengatakan bahwa tidak ada ketentuannya, sehingga dilakukan gerakan jari itu sepanjang membaca tasyahhud.

Yang terakhir itu juga merupakan pendapat Syeikh Al-Albani. Sehingga beliau cenderung mengambil pendapat bahwa menggerakkan jari dilakukan sepanjang membaca lafadz tasyahhud.
( albani : kitab sifat shalat nabi hal 140 )

Akan tetapi, sekali lagi kami katakan itu adalah ijtihad karena tidak adanya dalil yang secara tegas menyebutkan hal itu.

Sehingga antara satu ulama dengan ulama lainnya sangat mungkin berbeda pandangan. Selama dalil yang sangat teknis tidak atau belum secara spesifik menegaskannya, maka pintu ijtihad lengkap dengan perbedaannya masih sangat terbuka luas.

Dan tidak ada orang yang berhak menyalahkan pendapat orang lain, selama masih di dalam wilayah ijtihad. Pendeknya, yang mana saja yang ingin kita ikuti dari ijtihad itu, semua boleh hukumnya. Dan semuanya sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW.

Wallahualam..
Sumber : kitab Seri Fiqih Kehidupan jilid 3

Ustad Ahmad Zakarsih.Lc selaku dosen pembimbing universitas sekolah fiqih.

# bnangronay

Fb : kajian fiqih islam

www.bangronay.blogspot.com

Rabu, 12 Oktober 2016

FIQIH SHALAT part 11

๐Ÿ”ด FIQIH SHALAT Part 11

๐Ÿ’ฅ SUNNAH2 SHALAT

๐Ÿ—ฃ Sunnah yg menjadi ikhtilafiyah diantara ulama

1. Takbiartul ihram ✔
2. Sedekap✔
3. Membaca Ta'awudz ⭕
4. Meregangkan Kaki ⭕
5. Menggerakan jari telunjuk saat tahiyat

๐Ÿ”ฐ Ta’awwudz

Ta’awwudz adalah berlindung kepada Allah, lafadznya adalah :

ุฃุนูˆุฐ ุจุงู„ู„ู‡ ู…ู† ุงู„ุดูŠุทุงู† ุงู„ุฑุฌูŠู…

Aku berlindung kepada Allah dari setan yang dirajam.

Hukum membaca Ta'awudz saat sholat ialah :

๐Ÿ‘ฅ jumhur ulama ( mayoritas )

Jumhur ulama yaitu mazhab Al-Hanafiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah sepakat bahwa lafadz ta’awwudz merupakan bagian dari sunnah shalat, yang diucapkan sesudah membaca doa iftitah dan sebelum melafazkan surat Al-Fatihah.

Dalilnya adalah firman Allah SWT :

ูَุฅِุฐَุง ู‚َุฑَุฃْุชَ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†َ ูَุงุณْุชَุนِุฐْ ุจِุงَู„ู„َّู‡ِ ู…ِู†َ ุงู„ุดَّูŠْุทَุงู†ِ ุงู„ุฑَّุฌِูŠู…ِ

"Apabila kamu membaca Al-Quran maka berlindunglah kepada Allah dari setan yang dirajam."
(QS. An-Nahl : 98)

๐Ÿ‘ฅ Mazhan Malikiyah

Sedangkan mazhab Al-Malikiyah berpendapat bahwa hukum melafadzkan ta’awwudz tergantung pada hukum shalatnya.

Kalau diucapkan dalam shalat fardhu maka hukumnya makruh, tetapi tidak makruh kalau dilakukan pada shalat sunnah.

๐Ÿ”ฐMerenggangkan Kedua Tumit kaki

Salah satu sunnah dalam posisi berdiri ketika shalat adalah merenggangkan kedua tumit dan tidak menempelkanya.

namun para ulama berbeda pendapat terkait berapa jarak antara kedua tumit itu ketika direnggangkan.

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Al-Hanafiyah

Menurut mazhab Al-Hanafiyah, disunnahkan untuk merenggangkan kedua tumit saat berdiri kira-kira selebar 4 jari. ( ga kebyangkan 4 jari rapat sekali )

Sebab posisi yang demikian sangat dekat dengan khusyu'.

Asy-Syaranbilali (w. 1169 H) salah satu ulama dalam mazhab Al-Hanafiyah menuliskan di dalam kitabnya, Maraqi Al-Falah sebagai berikut :

ูˆุชูุฑูŠุฌ ุงู„ู‚ุฏู…ูŠู† ููŠ ุงู„ู‚ูŠุงู… ู‚ุฏุฑ ุฃุฑุจุน ุฃุตุงุจุน

Dan merenggangkan kedua tumit sekedar empat jari.

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Asy-Syafi'iyah

Dalam mazhab Asy-Syafi'iyah dikatakan bahwa jaraknya kira-kira sejengkal. Dan makruh untuk menempelkan keduanya karena menghilangkan rasa khusyu'.

Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H) salah satu ulama dalam mazhab Asy-Syafi'iyah menuliskan di dalam kitabnya, Tuhfatul Muhtaj bi Syarhil Minhaj sebagai berikut :

ูˆูŠูุฑู‚ ุฑูƒุจุชูŠู‡ ูˆู‚ุฏู…ูŠู‡ ู‚ุฏุฑ ุดุจุฑ

" Dan memisahkan kedua lutut dan tumitnya sekadar sejengkal."

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Al-Malikiyah

Mazhab Al-Malikiyah mengatakan disunnahkan untuk merenggangkannya tapi tidak terlalu lebar dan tidak terlalu dekat.

Ibnu Juzai Al-Kalbi (w. 741 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah menuliskan di dalam kitabnya, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah, sebagai berikut :

ูˆَุฃู…ุง ุงู„ْูَุถَุงุฆِู„ ูَู‡ِูŠَ ... ูˆุงู„ุชุฑูˆูŠุญ ุจَูŠู† ุงู„ْู‚َุฏَู…َูŠْู†ِ ูِูŠ ุงู„ْูˆُู‚ُูˆู

Adapun yang termasuk fadhail antara lain ... dan mengistirahatkan kedua tumit ketika berdiri.

Al-Kalbi menggunakan istilah at-tarwih, dimana maknanya secara bahasa adalah istirahat. Maksudnya mengistirahatkan kedua kaki biar enak, sehingga posisinya tidak terlalu rapat dan tidak terlalu lebar.

Walahualam..

Bersambung ke part 11

Sumber : Kitab Seri Fiqih Kehidupan jilid 3

Ustad Ahmad Zakarsih.Lc selaku dosen pembimbing universitas Sekolah Fiqih

#bangronay
www.bangronay.blogspot.com

Minggu, 09 Oktober 2016

FIQIH SHALAT part 10

⚪ FIQIH SHALAT part 10

๐Ÿ’ฅ SUNNAH2 SHOLAT

๐Ÿ”ฐ1. Mengangkat Tangan Takbiratul Ihram

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Al-Malikiyah dan As-Syafi'iyah

menyebutkan bahwa disunnahkan untuk mengangkat tangan saat takbiratul ihram, yaitu setinggi kedua pundak.

Dalil yang digunakan adalah hadits berikut ini :

ุนَู†ِ ุจْู†ِ ุนُู…َุฑَ t ุฃَู†َّู‡ُ r ูƒَุงู†َ ูŠَุฑْูَุนُ ูŠَุฏَูŠْู‡ِ ุญَุฐْูˆَ ู…َู†ْูƒِุจَูŠْู‡ِ ุฅِุฐَุง ุงูْุชَุชَุญَ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉَ

Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya setinggi pundaknya saat memulai shalatnya
(HR. Muttafaq 'Alaihi)

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Al-Hanafiyah

menyebutkan bahwa laki-laki mengangkat tangan hingga kedua telinganya sedangkan wanita mengangkat sebatas pundaknya saja.

Dalilnya yang mendasarinya adalah hadits berikut :

ุนَู†ِ ูˆَุงุฆِู„ِ ุจْู† ุญُุฌْุฑٍ t ุฃَู†َّู‡ُ ุฑَุฃَู‰ ุงู„ู†َّุจِูŠَّ r ุฑَูَุนَ ูŠَุฏَูŠْู‡ِ ุญِูŠْู†َ ุฏَุฎَู„َ ููŠِ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉِ ูˆَูƒَุจَّุฑَ ูˆَุตَูَّู‡ُู…َุง ุญِูŠَุงู„َ ุฃُุฐُู†َูŠْู‡ِ

Dari Wail bin Hajr radhiyallahuanhu bahwa dia melihat Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya ketika memulai shalat, lalu bertakbir dan meluruskan kedua tanggannya setinggi kedua telinganya."
(HR. Muslim)

ุนَู†ِ ุงู„ุจَุฑَّุงุกِ ุจْู†ِ ุนَุงุฒِุจِ t ูƒَุงู†َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ r ุฅِุฐَุง ุตَู„ู‰َّ ุฑَูَุนَ ูŠَุฏَูŠْู‡ِ ุญَุชู‰َّ ุชَูƒُูˆْู†َ ุฅِุจู‡َุงู…ُู‡ُ ุญِุฐَุงุกَ ุฃُุฐُู†َูŠْู‡ِ

Dari Al-Barra' bin Azib bahwa Rasulullah SAW bila shalat mengangkat kedua tanggannya hingga kedua jempol tangannya menyentuh kedua ujung telinganya
(HR. Ahmad, Ad-Daruquthny)

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Al-Hanabilah

menyebutkan bahwa seseorang boleh memilih untuk demikian atau mengangkat tangannya hingga kedua ujung telinganya.

Dalilnya adalah bahwa keduanya memang punya dasar hadits yang bisa dijadikan sandaran.

Saat mengangkat kedua tangan, dianjurkan agar jari-jari terbuka tidak mengepal, sebagaimana pendapat jumhur, serta menghadap keduanya ke arah kiblat.

๐Ÿ”ฐ2. Tangan Bersedekap

๐Ÿ‘ฅ Jumhur ulama ( hanafi, syafi'i dan hanabilah )

mengatakan bahwa disunnahkan untuk bersedekap, yaitu meletakkan tapak tangan kanan di atas tapak tangan kiri, dengan dalil berikut ini :

ุนَู†ْ ูˆَุงุฆِู„ِ ุจْู†ِ ุญُุฌْุฑٍ t ุฃَู†َّู‡ُ ุฑَุฃَู‰ ุงู„ู†َّุจِูŠَّ r ุฑَูَุนَ ูŠَุฏَูŠْู‡ِ ุญِูŠْู†َ ุฏَุฎَู„َ ููŠِ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉِ ูˆَูƒَุจَّุฑَ ุซُู…َّ ุงู„ْุชَุญَูَ ุจِุซَูˆْุจِู‡ِ ุซُู…َّ ูˆَุถَุนَ ูŠَุฏَู‡ُ ุงู„ูŠُู…ْู†َู‰ ุนَู„ู‰َ ูƒَูِّู‡ِ ุงู„ูŠُุณْุฑَู‰ ูˆَุงู„ุฑِّุณْุบِ ูˆَุงู„ุณَّุงุนِุฏِ

Dari Wail bin Hajr radhiyallahuanhu bahwa dia melihat Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya ketika memulai shalat, lalu bertakbir dan meletakkan tangan kanannya di atas tapak tangan kirinya, atau pergelangannya atau lengannya.
(HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa'i)

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Al-Malikiyah

tidak menganggap bersedekap alias meletakkan tangan di atas dada dan lainnya itu sebagai sunnah. Bagi mazhab ini, posisi tangan dibiarkan saja menjulur ke bawah.

Pendapat ini juga dipilih oleh Hasan al-Bashri, an-Nakhai, al-Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij, Imam al-Baqir, an-Nashiriyyah.
( An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, jilid 2 hal 39 )


Bahkan mereka mengatakan bahwa hal itu kurang disukai bila dilakukan di dalam shalat fardhu 5 waktu, namun dibolehkan bila dilakukan dalam shalat sunnah (nafilah).

๐Ÿ”นSedekap apakah Meletakkan Antara Dada dan Pusar atau di Bawahnya

Sedangkan dimana diletakkan kedua tangan itu, para ulama sejak dahulu memang berbeda pendapat. Setidaknya di dalam pendapat para ulama mazhab empat ada dua posisi yang berbeda.

Pertama di bawah pusar, kedua di antara dada dan pusar, ketiga tangan tidak bersedakep dan lurus saja menjuntai ke bawah.

๐Ÿ”ธ1. Mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah : dibawah pusar

Mereka yang mengatakan bahwa posisi sedekap tangan itu di bawah pusar diantaranya adalah Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah.

๐Ÿ—ฃ Imam Al-Kasani (w. 587 H) menuliskan dalam kitabnya Badai'u Ash-Shanai' sebagai berikut :

ูˆุฃู…ุง ู…ุญู„ ุงู„ูˆุถุน ูู…ุง ุชุญุช ุงู„ุณุฑุฉ ููŠ ุญู‚ ุงู„ุฑุฌู„ ูˆุงู„ุตุฏุฑ ููŠ ุญู‚ ุงู„ู…ุฑุฃุฉ

" Adapun tempat bersedekap, adalah dibawah pusar untuk laki-laki dan di dada untuk perempuan."

Mereka yang berpendapat seperti ini umumnya berlandasan dengan hadits shahih berikut ini :

ู…ِู†َ ุงู„ุณُّู†َّุฉِ ูˆَุถْุนُ ุงู„ูŠَู…ِูŠْู†ِ ุนَู„ู‰َ ุงู„ุดِّู…َุงู„ِ ุชَุญْุชَ ุงู„ุณُّุฑَّุฉِ

Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu,"Termasuk sunnah adalah meletakkan kedua tangan di bawah pusat".
(HR. Ahmad dan Abu Daud).

Tentu perkataan Ali bin Thalib ini merujuk kepada praktek shalat Rasulullah SAW, sebagaimana beliau menyaksikannya.

Al-Hanabilah berkata bahwa maksud dari diletakkannya tangan pada bagian bawah pusar untuk menunjukkan kerendahan di hadapan Allah SWT.


๐Ÿ‘ฅ Mazhab Asy-Syafi'iyah : sedekap diantara pusar dan dada ( diatas pusar dibawah dada )

Mazhab Asy-Syafi'iyah menyebutkan bahwa tangan diletakkan pada posisi antara dada dan pusar. Dan bahwa posisinya agak miring ke kiri, karena disitulah posisi hati, sehingga posisi tangan ada pada anggota tubuh yang paling mulia.

๐Ÿ—ฃ Al-Muzani (w. 264 H) menyebutkan dalam kitab Mukhtashar karyanya :

ูˆูŠุฑูุน ูŠุฏูŠู‡ ุฅุฐุง ูƒุจุฑ ุญุฐูˆ ู…ู†ูƒุจูŠู‡ ูˆูŠุฃุฎุฐ ูƒูˆุนู‡ ุงู„ุฃูŠุณุฑ ุจูƒูู‡ ุงู„ูŠู…ู†ู‰ ูˆูŠุฌุนู„ู‡ุง ุชุญุช ุตุฏุฑู‡

" Dan mengangkat kedua tangan ketika takbir sampai sebatas pundak, lalu bersedekap dengan telapak tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri. Lalu meletakkannya dibawah dada."

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Malikiyah : tangan tidak bersedekap

Mazhab ini malah tidak menyunahkan bersedekap, jadi tangan menjuntai aja kebawah.

๐Ÿ”ธ Bersedekap Di Dada

Kalo ke 4 mazhab tidak menyebutkan bersedekap didada, lalu darimana datngnya pendapat bahwa bersedakap didada?

Kalau merujuk kepada pendapat ulama salaf, khususnya mazhab fiqih yang muktamad dalam ilmu fiqih, nampaknya tidak ada satu pun yang mengatakan bahwa posisi tangan sewaktu shalat di letakkan di dada.

Pendapat semacam itu baru kita temukan belakangan , di kalangan tokoh-tokoh mutaakkhkhirin ( kekikinian ), seperti :

1. As-Shan’ani ( w. 1182 H kitab subulus salam )

2. As-Syaukani, ( w. 1250 H kitab nailul authar )

3. Al-Mubarakfuri ( w. 1352 H kitab tuhfathul ahwadzi )

4. Al-Albani. ( w. 1420 H kitab sifat shalat Nabi )

Mereka ini pada dasarnya bukan ulama fiqih yang mewakili mazhab fiqih tertentu dan hidup di masa yang jauh dari masa salafushshalih.

Namun sebelum masa mereka, tidak ada ulama yang mengatakan bahwa posisi tangan di dada. Setelah syariah Islam berusia 12 abad di dunia, barulah muncul pendapat yang mengatakan bahwa posisi tangan di dada.

Bahkan, dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa meletakkan tangan di atas dada bagi Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) saat shalat hukumnya makruh.

Wallahualam...
Bersambung ke part 11.

Sumber : Kitab Seri Fiqih Kehidupan jilid 3

Ustad Ahmad Zakarsih.Lc selaku dosen pembimbing universitas Sekolah Fiqih

#bangronay
www.bangronay.blogspot.com

Rabu, 05 Oktober 2016

FIQIH SHALAT part8

๐Ÿ”ด FIQIH SHALAT part 8

๐Ÿ’ฅRUKUN2 SHALAT YG TERJADI PERBEDAAN DIKALANGAN ULAMA DALAM MASALAH PELAKSANAAN TEKNISNYA

๐Ÿ”น1. Niat✔
๐Ÿ”น2. Takbiratul ihram✔
๐Ÿ”น3. Al fatihah✔
๐Ÿ”น4. Itidal✔
๐Ÿ”น5. Sujud✔
๐Ÿ”น6. Duduk tahiyat awal dan akhir✔
๐Ÿ”น7. Shalawat✔
๐Ÿ”น8. Mengucapkan Salam✔

๐Ÿ”ฐ MENGUCAPKAN SALAM PERTAMA

Salam merupakan bagian dari fardhu dan rukun shalat yang juga berfungsi sebagai penutup shalat.


๐Ÿ”ท1. Salam Pertama dan Kedua

Dalam shalat dikenal ada dua salam, yaitu salam pertama dan kedua. Tentang hukum masing-masing salam itu, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah

Salam pertama adalah fardhu shalat menurut para fuqaha, seperti Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah. Sedangkan salam yang kedua bukan fardhu melainkan sunnah.

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Al-Hanabilah

Namun menurut Al-Hanabilah, kedua salam itu hukumnya fardhu, kecuali pada shalat jenazah, shalat nafilah ( sunnah ), sujud tilawah dan sujud syukur. Pada keempat perbuatan itu, yang fardhu hanya salam yang pertama saja
( Ibnu Qudamah, Al-Mughni jilid 1 hal. 551-558 )

๐Ÿ”ท2. Lafadz Salam

Bagiaman lafadznya?
Ternyata para ulama dalam hal ini juga berbeda pendapat.

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Asy-Syafi'i

Menurut As-Syafi’i, minimal lafadz salam itu adalah (ุงู„ุณู„ุงู… ุนู„ูŠูƒู…), cukup sekali saja.

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Hanabilah

Sedangkan menurut Al-Hanabilah, salam itu harus dua kali dengan lafadz (ุงู„ุณู„ุงู… ุนู„ูŠูƒู… ูˆุฑุญู…ุฉ ุงู„ู„ู‡), dengan menoleh ke kanan dan ke kiri.

Tidak disunnahkan untuk meneruskan lafadz (ูˆุจุฑูƒุงุชู‡) menurut Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, dengan dalil :

ุนَู†ِ ุงุจْู†ِ ู…َุณْุนُูˆْุฏٍ t ุฃَู†َّ ุงู„ู†َّุจِูŠَّ r ูƒَุงู†َ ูŠُุณَู„ِّู…ُ ุนَู†ْ ูŠَู…ِูŠْู†ِู‡ِ ูˆَุนَู†ْ ูŠَุณَุงุฑِู‡ِ ุงู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูˆَุฑَุญْู…َุฉُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุงู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูˆَุฑَุญْู…َุฉُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุญَุชَّู‰ ูŠَุฑَู‰ ุจَูŠَุงุถَ ุฎَุฏِّู‡ِ

Dari Ibni Mas’ud radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW memberi salam ke kanan dan ke kiri : Assalamu ‘alaikum warahmatullah Assalamu ‘alaikum warahmatullah, hingga nampak pipinya yang putih. (HR. At-Tirmizy)


Silakan anda memilih tanpa harus menyalahkan pendapat yg lain.

Wallahualam..

Sumber : Kitab Seri Fiqih Kehidupan Jilid 3

Ustad : Ahmad Zakarsih.Lc selaku dosen pembimbing universitas sekolah fiqih

Fb : Kajian Fiqih Islam

#bang ronay
www.bangronay.blogspot.com

Senin, 03 Oktober 2016

FIQIH SHALAT part7

๐Ÿ”ด FIQIH SHALAT part 7

๐Ÿ”ทRUKUN2 SHALAT YG TERJADI PERBEDAAN DALAM MASALAH TEKNIS PELAKSANAANNYA

⚪ MEMBACA SHALAWAT

๐Ÿ”น1. Hukum

Ada perbedaan pendapat tentang hukum membaca shalawat pada tahiyat akhir, antara yang mengatakan rukun dan sunnah.

๐Ÿ”ฐa. Rukun

Mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah menegaskan bahwa membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, sehabis membaca doa tasyahhud merupakan rukun shalat.

Dan lafadz shalawat itu diucapkan dalam posisi duduk tasyahud akhir.

Sedangkan membaca shalawat ibrahimiyah hukumnya sunnah menurut mazhab asy-Syafi’iyah, dan wajib menurut mazhab Al-Hanabilah.

๐Ÿ”ฐb. Sunnah

Sedangkan mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah memandang bahwa membaca shalawat atas Nabi SAW hukumnya sunnah, bukan merupakan kewajiban.

๐Ÿ”น2. Dalil

Adapun dalil atas keharusan membaca shalawat kepada Nabi SAW dalam tasyahhud akhir ini adalah hadis-hadits berikut ini.

Di antaranya adalah hadits Ka’ab bin Ujrah. Beliau berkata bahwa Rasulullah SAW ditanya oleh para shahabat,”Allah telah mengajarkan bagaimana caranya memberi salam kepada Anda, lantas bagaimana caranya kami bershalawat kepada Anda?”.

Maka Rasulullah SAW bersabda,”Katakanlah :

ุงَู„ู„َّู‡ُู…َّ ุตَู„ِّ ุนَู„َู‰ ู…ُุญَู…َّุฏٍ ูˆَุนَู„َู‰ ุขู„ِ ู…ُุญَู…َّุฏٍ ูƒَู…َุง ุตَู„َّูŠْุชَ ุนَู„َู‰ ุฅِุจْุฑَุงู‡ِูŠْู…َ ูˆَุนَู„َู‰ ุขู„ِ ุฅِุจْุฑَุงู‡ِูŠْู…َ ุฅِู†َّูƒَ ุญَู…ِูŠْุฏُ ู…َุฌِูŠْุฏٌ، ุงَู„ู„َّู‡ُู…َّ ุจَุงุฑِูƒْ ุนَู„َู‰ ู…ُุญَู…َّุฏٍ ูˆَุนَู„َู‰ ุขู„ِ ู…ُุญَู…َّุฏٍ ูƒَู…َุง ุจَุงุฑَูƒْุชَ ุนَู„َู‰ ุฅِุจْุฑَุงู‡ِูŠْู…َ ูˆَุนَู„َู‰ ุขู„ِ ุฅِุจْุฑَุงู‡ِูŠْู…َ ุฅِู†َّูƒَ ุญَู…ِูŠْุฏُ ู…َุฌِูŠْุฏٌ

“Ya Allah berikanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Mahaagung. Ya Allah berilah karunia kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan karunia kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Mahaagung.
(HR. Bukhari dan Muslim)

Selain itu juga ada hadits lain riwayat Al-Atsram bin Fudhalah bin Ubaid radhiyallahuanhu.

Beliau menyebutkan bahwa Rasulullah SAW mendengar seseorang berdoa dalam shalatnya tanpa memuji Allah dan bershalawat kepada Rasulullah. Maka beliau SAW bersabda :

ุฅِุฐَุง ุตَู„ู‰َّ ุฃَุญَุฏُูƒُู…ْ ูَู„ْูŠَุจْุฏَุฃْ ุจِุชَู…ْุฌِูŠْุฏِ ุฑَุจِّู‡ِ ูˆَุงู„ุซَّู†َุงุกِ ุนَู„َูŠْู‡ِ ุซُู…َّ ู„ِูŠُุตَู„ِّ ุนَู„ู‰َ ุงู„ู†َّุจِูŠِّ ุซُู…َّ ู„ِูŠَุฏْุนُ ุจَุนْุฏَ ู…َุง ุดَุงุกَ

" Bila salah seorang dari kalian shalat, maka awali dengan mengagungkan dan memuji tuhannya, kemudian bershalawat kepada Nabi, kemudian barulah meminta apa yang dia inginkan."
(HR. At-Tirmizy)

Wallaualam...

Bersambung ke part 8

Ustad ahmad zakarsih.lc selaku dosen pembimbing universitas sekolah fiqih.

Sumber : Kitab Seri Fiqih Kehidupan Jilid 3

#bangronay

www.bangronay.blogspot.com

Fb : kajian fiqih islam

Kamis, 29 September 2016

FIQIH SHALAT part 6

๐Ÿ”ต FIQIH SHALAT part 6

๐Ÿ”ฐRUKUN2 SHOLAT YG TERJADI PERBEDAAN DALAM PELAKSANAANYA

๐Ÿ”นNiat✔
๐Ÿ”นTakbirathul ihram ✔
๐Ÿ”นAlfatihah ✔
๐Ÿ”นItidal ✔
๐Ÿ”นSujud ✔
๐Ÿ”นDuduk tasyahud akhir
๐Ÿ”นSholawat
๐Ÿ”นSalam

๐Ÿ’ฅ DUDUK TASYAHUD AKHIR

Duduk tasyahhud akhir merupakan rukun shalat menurut jumhur ulama.

Namun dalam pelaksanannya para ulama berbeda pendapat ttg masalah posisi duduknya.

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Al-Hanafiyah

Menurut Al-Hanafiyah, posisi duduk tasyahhud akhir sama dengan posisi duduk antara dua sujud, yaitu duduk iftirasy.

" Dan posisi duduk (tahiyat) akhir seperti posisi duduk pada (tahiyat) awal, sebagaimana kami riwayatkan dari hadits Wail dan Aisyah. Dan posisi itu lebih enak buat badan, lebih utama dari duduk tawaruk yang menjadi pilihan Imam Malik.
( Ibnul Humam, Fathul Qadir, jilid 1 hal. 316 )

Dasar atas fatwa ini adalah hadits berikut :

ุนَู†ْ ูˆَุงุฆِู„ ุจู†ِ ุญุฌุฑ t ู‚َุฏِู…ْุชُ ุงู„ู…َุฏِูŠْู†َุฉَ ู„ุฃَู†ْุธُุฑَู†َّ ุฅِู„َู‰ ุตَู„ุงَุฉِ ุฑَุณُูˆْู„ِ ุงู„ู„ู‡ ูَู„َู…َّุง ุฌَู„َุณَ ุงูْุชَุฑَุดَ ุฑِุฌْู„َู‡ُ ุงู„ูŠُุณุฑَู‰ ูˆَูˆَุถَุนَ ูŠَุฏَู‡ُ ุงู„ูŠُุณْุฑَู‰ ุนَู„َู‰ ูَุฎِุฐِู‡ِ ุงู„ูŠُุณْุฑَู‰ ูˆَู†َุตَุจَ ุฑِุฌْู„َู‡ُ ุงู„ูŠُู…ْู†َู‰

Dari Wail Ibnu Hajar,"Aku datang ke Madinah untuk melihat shalat Rasulullah SAW. Ketika beliau duduk (tasyahhud), beliau duduk iftirasy dan meletakkan tangan kirinya di atas paha kirinya dan menashabkan kakinya yang kanan".
(HR. Tirimizy)

๐Ÿ‘ฅ Mahzab Al-Malikiyah

Adapun Al-Malikiyah sebagaimana diterangkan di dalam kitab Asy-Syarhu Ash-Shaghir menyunnahkan untuk duduk tawaruk baik pada tasyahhud awal maupun untuk tasyahhud akhir.

๐Ÿ‘‰๐Ÿป Dalilnya
" Dari Ibnu Mas'ud berkata bahwa Rasulullah SAW duduk di tengah shalat dan akhirnya dengan duduk tawaruk."

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah

Sedangkan jumhur ulama menetapkan bahwa posisi duduk untuk tasyahhud akhir adalah duduk tawaruk. Posisinya hampir sama dengan istirasy, namun posisi kaki kiri tidak diduduki melainkan dikeluarkan ke arah bawah kaki kanan. Sehingga duduknya di atas tanah tidak lagi di atas lipatan kaki kiri seperti pada iftirasy.

Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah Mereka sama-sama berpendapat bahwa untuk duduk tasyahhud akhir, yang disunnahkan adalah duduk tawaruk ini.

Namun keduanya berbeda pendapat ketika bicara tentang duduk tasyahhud akhir untuk shalat yang dua rakaat atau satu rakaat, tidak ada tasyahhud awalnya, seperti shalat shubuh, shalat Jum’at, shalat witir satu raka’at, shalat Dhuha, shalat Idul Fithri dan Idul Adha serta umumnya shalat-shalat Sunnah yang lainnya.

Pertanyaannya : apakah sholat dua rakaat atau satu rakaat itu duduknya tawaruk atau iftirasy?

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Syafi'i

Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa duduk pada saat tasyahud akhir baik yang memiliki dua raka’at maupun yang hanya memiliki satu tasyahud ( satu rakaat ) maka semuanya dilakukan dengan duduk tawarruk.

๐Ÿ‘‰๐Ÿป Dalil
hadits Abu Humaid As Sa’idi, beliau berkata:

“Aku adalah orang yang paling hafal shalatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diantara kalian. Aku melihat beliau apabila bertakbir maka beliau mensejajarkan kedua tangannya dengan kedua pundaknya, apabila beliau ruku’ maka beliau meletakkan kedua tangannya diatas kedua lututnya kemudian beliau meluruskan punggungnya, apabila beliau bangun dari ruku’ maka beliau berdiri tegak hingga tulang punggungnya kembali ketempat asalnya, apabila beliau sujud maka beliau meletakkan kedua tangannya tanpa menidurkan kedua lengannya dan juga tidak melekatkannya (pada lambungnya) serta beliau menghadapkan jari-jari kaki beliau kearah kiblat, apabila beliau duduk pada raka’at kedua maka beliau duduk diatas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya (duduk iftirasy), dan apabila beliau duduk pada raka’at terakhir maka beliau mengedepankan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya serta beliau duduk diatas tempat duduknya –bukan diatas kaki kirinya- (duduk tawarruk).
(HR. Al Bukhari).

๐Ÿ‘‰๐Ÿป Dalil 2
“Hingga tatkala sampai sujud terakhir yang ada salamnya, maka Nabi mengeluarkan kaki kirinya dan beliau duduk dengan tawarruk diatas sisi kiri beliau.”
(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

๐Ÿ‘‰๐Ÿป Dalil 3
“Hingga tatkala sampai pada sujud yang merupakan penutup shalat, maka beliau mengangkat kepalanya dari dua sujud tersebut dan beliau mengeluarkan kakinya serta duduk tawarruk diatas kakinya.”
(HR. Ibnu Hibban).

๐Ÿ‘‰๐ŸปDalil 3
“Apabila sampai kepada raka’at terakhir yang menutup shalat, maka beliau mengeluarkan kaki kirinya dan beliau duduk tawarruk diatas sisinya kemudian beliau salam.”
(HR. An Nasa’i)


๐Ÿ‘ฅ Madzhab Hanbali

Madzhab Hanbali berpendapat bahwa untuk shalat yang hanya memiliki satu tasyahud entah itu sholat dua rakaat atau satu rakaat maka duduknya adalah duduk iftirasy.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah,

‘Dan tidaklah dilakukan duduk tawarruk kecuali pada shalat yang memiliki dua tasyahud, yaitu pada tasyahud yang kedua'
( al mughni jilid 2 hal 227 )

๐Ÿ‘‰๐ŸปDalil :
“Adalah beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) mengucapkan tahiyyat pada setiap dua raka’at, dan beliau menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya
(duduk iftirasy).
(HR. Muslim).

๐Ÿ‘‰๐Ÿป Dalil 2 :
“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila duduk pada dua raka’at, beliau menghamparkan yang kiri dan menegakkan yang kanan (duduk iftirasy).”
(HR. Ibnu Hibban).


Nah kalo kita melihat ada orang yg sholat dua rakaat entah itu sholat jumat atau subuh, apabila duduknya tasyahud awal ( iftirasy ) maka ini paham mazhab hanbali.

Sedangkan kalo duduknya tawaruq ( duduk tasyahud akhir ) maka ini paham Syafi'i.

Keduanya juga mempunyai dalil yg kuat, maka silakan anda memilihnya tanpa menjelekan atau menyalahi yg tidak sependapat dgn anda.

Wallahualam..

Bersambung ke part 7..

Sumber : Kitab Seri Fiqih Kehidupan Jilid 3

Ustad Ahmad zakarsih.Lc selaku Dosen pembimbing universitas Sekolah Fiqih

#bangronay
www.bangronay.blogspot.com

Selasa, 27 September 2016

FIQIH SHALAT part 5

๐Ÿ”ต FIQIH SHALAT part 5

RUKUN2 SHALAT YG TERJADI IKHTILAFIYAH ( PERBEDAAN ) DALAM MASALAH TEKNIS PELAKSANAANNYA.

๐Ÿ”นNiat✔
๐Ÿ”นTakbiratul ikhrom✔
๐Ÿ”นAlfatihah✔
๐Ÿ”นItidal✔
๐Ÿ”นSujud
๐Ÿ”นDuduk Tahiyat awal dan akhir
๐Ÿ”นSholawat
๐Ÿ”นSalam


๐Ÿ’ฅ SUJUD

๐Ÿ”นPengertian

Secara bahasa, sujud berarti

al-khudhu' (ุงู„ุฎุถูˆุน)
at-tazallul (ุงู„ุชุฐู„ู„) yaitu merendahkan diri badan.
al-mailu (ุงู„ู…ูŠู„) yaitu mendoncongkan badan ke depan.

Sedangkan secara syar'i, yang dimaksud dengan sujud menurut jumhur ulama adalah meletakkan 7 anggota badan ke tanah, yaitu wajah, kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung kedua tapak kaki.

๐Ÿ‘‰๐Ÿป Dalil :
Dari Ibnu Abbas ra berkata,"Aku diperintahkan untuk sujud di atas 7 anggota. (Yaitu) wajah (dan beliau menunjuk hidungnya), kedua tangan, kedua lutut dan kedua tapak kaki.
(HR. Bukhari dan Muslim)

๐Ÿ’ฅ MANA LEBIH DULU : LUTUT ATAU TANGAN ?

Dalam masalah ini ada dua dalil yang sama-sama kuat namun menunjukkan cara yang berbeda. Sehingga menimbulkan perbedaan pendapat juga di kalangan ulama.

๐Ÿ‘ฅ Jumhur ulama mayoritas ( syafi'i, hanafi, hanbali ) : lutut dulu baru tangan

Jumhur ulama umumnya mengatakan bahwa yang disunnahkan ketika sujud adalah meletakkan kedua lutut di atas tanah telebih dahulu, baru kemudian kedua tangan lalu wajah. Dan ketika bangun dari sujud, belaku sebaliknya, yang diangkat adalah wajah dulu, kemudian kedua tangan baru terakhir lutut.

Dasar dari praktek ini adalah hadits berikut ini.

ุนَู†ْ ูˆَุงุฆِู„ ุจู† ุญُุฌْุฑ t ู‚َุงู„َ : ุฑَุฃَูŠْุชُ ุฑَุณُูˆْู„َ ุงู„ู„ู‡ ุฅِุฐَุง ุณَุฌَุฏَ ูˆَุถَุนَ ุฑُูƒْุจَุชَูŠْู‡ِ ู‚َุจْู„َ ูŠَุฏَูŠْู‡ِ ูˆَุฅِุฐَุง ู†َู‡َุถَ ุฑَูَุนَ ูŠَุฏَูŠْู‡ِ ู‚َุจْู„َ ุฑُูƒْุจَุชَูŠْู‡ِ

Dari Wail Ibnu Hujr berkata,"Aku melihat Rasulullah SAW bila sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya. Dan bila bangun dari sujud beliau mengangkat tangannya sebelum mengangkat kedua lututnya. (HR. Khamsah kecuali Ahmad)

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Maliki : tangan dulu baru lutut

Namun Al-Malikiyah berpendapat sebaliknya, justru yang disunnahkan untuk diletakkan terlebih dahulu adalah kedua tangan baru kemudian kedua lututnya. Dalil mereka adalah hadits berikut ini :

ุนَู†ْ ุฃَุจูŠِ ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ t ู‚َุงู„َ ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„ู‡ ุฅِุฐَุง ุณَุฌَุฏَ ุฃَุญَุฏُูƒُู…ْ ูَู„ุงَ ูŠَุจْุฑُูƒْ ูƒَู…َุง ูŠَุจْุฑُูƒُ ุงู„ุจَุนِูŠْุฑُ ูˆَู„ْูŠَุถَุนْ ูŠَุฏَูŠْู‡ِ ุซُู…َّ ุฑُูƒْุจَุชَูŠْู‡ِ

Dari Abi Hurariah radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasululah SAW bersabda,"Bila kamu sujud janganlah seperti duduknya unta. Hendaklah kamu meletakkan kedua tangan terlebih dahulu baru kedua lutut. (HR. Ahmad, Abu Daud, Nasai dan Tirmizy)

๐Ÿ‘ฅ Mazhab Zahiri : wajib tangan dulu baru lutut

Ibn Hazm (w. 456h)
terlihat sangat kontras dengan ulama’ lain dalam hal ini. Beliau dengan tegas mengatakan wajib mendahulukan tangan ketika sujud. Dan menyebutnya dengan fardhu, seperti dalam kitabnya Al Muhalla bil Atsar.

ูˆَูَุฑْุถٌ ุนَู„َู‰ ูƒُู„ِّ ู…ُุตَู„ٍّ ุฃَู†ْ ูŠَุถَุนَ - ุฅุฐَุง ุณَุฌَุฏَ - ูŠَุฏَูŠْู‡ِ ุนَู„َู‰ ุงู„ْุฃَุฑْุถِ ู‚َุจْู„َ ุฑُูƒْุจَุชَูŠْู‡ِ ูˆَู„َุง ุจُุฏَّ

Fardhu Bagi setiap musholli untuk meletakan (ketika sujud) kedua tanganya terlebih dahulu sebelum lututnya. Dan itu harus.
( al muhalla bil atsar jilid 3 hal 44 )

๐Ÿ”น๐Ÿ”น๐Ÿ”น๐Ÿ”น๐Ÿ”น๐Ÿ”น๐Ÿ”น๐Ÿ”น๐Ÿ”น

Ibnu Sayid An-Nas berkata bahwa hadits yang menyebutkan tentang meletakkan tangan terlebih dahulu lebih kuat. Namun Al-Khattabi mengatakan bahwa hadits ini lebih lemah dari hadits yang sebelumnya.

Maka demikianlah para ulama berbeda pendapat tentang mana yang sebaiknya didahulukan ketika melakukan sujud. Dan Imam An-Nawawi berkata bahwa diantara keduanya tidak ada yang lebih rajih (lebih kuat). Artinya, menurut beliau keduanya sama-sama kuat dan sama-sama bisa dilakukan.

Wallahualam...

Bersambung ke part 6
Sumber : Kitab Seri Fiqih Kehidupan jilid 3

Dosen pembimbing Universitas Sekolah Fiqih : ustad Ahmad Zakarsih.Lc

#Bangronay
www.bangronay.blogspot.