ad#2

Senin, 05 September 2016

TUBUH MANUSIA DAN NAJIS part3

🔵 TUBUH MANUSIA DAN NAJIS

Part 3

💥 C. Keluar Dari Tubuh Manusia & Diperselisihkan

Ada beberapa benda yang keluar dari tubuh manusia yang hukumnya diperselisihkan oleh para ulama secara tajam, apakah termasuk benda najis ataukah benda suci.

Yang dimaksud dari benda-benda itu tidak lain adalah segala yang terkait dengan proses kelahiran bayi, yaitu air mani (sperma), 'alaqah, hinggamudhghah.

Istilah-istilah itu memang disebutkan di dalam Al-Quran Al-Karim :

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإْنْسَانَ مِنْ سُلاَلَةٍ مِنْ طِينٍ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS. Al-Mu'minun : 12-14)

🔹1. Air Mani

Para ulama memang berbeda pendapat tentang hukum najisnya air mani. Umumnya para ulama mengatakan bahwa air mani itu termasuk benda najis, namun sebagian lagi menetapkan bahwa air mani bukan benda najis.

✔a. Jumhur Ulama : Najis

Jumhur ulama seperti mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa air mani itu hukumnya najis. 
( Hasyiyatu Ibnu Abdin jilid 1 hal. 208 )

Dasar bahwa air mani itu najis adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahuanha, dimana beliau mencuci bekas sisa air mani Rasulullah SAW yang telah mengering di pakaian beliau.

كُنْتُ أَغْسِل الْجَنَابَةَ مِنْ ثَوْبِ النَّبِيِّ r فَيَخْرُجُ إِلَى الصَّلاَةِ وَإِنْ بَقَّعَ الْمَاءُ فِي ثَوْبِهِ

Aku mencuci bekas air mani pada pakaian Rasulullah SAW, lalu beliau keluar untuk shalat meski pun masih ada bekas pada bajunya.
(HR. Bukhari dan Muslim)

Selain itu juga ada atsar dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu, dimana beliau berfatwa :

إِنْ رَأَيْتَهُ فَاغْسِلْهُ وَإِلاَّ فَاغْسِل الثَّوْبَ كُلَّهُ

Kalau kamu melihat air mani maka cucilah bagian yang terkena saja, tetapi kalau tidak terlihat, cucilah baju itu seluruhnya.

Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu juga berpendapat bahwa air mani itu najis. Beliau mengatakan bahwa air mani itu sederajat dengan air kencing yang hukumnya najis. 
( Al-Binayah alal Hidayah jilid 1 hal. 722 )

👤 Al-Malikiyah

mengatakan bahwa air mani itu najis karena mereka mengatakan bahwa asal muasal air mani itu adalah darah yang juga najis. Lalu darah itu mengalami istihalah (perubahan wujud) sehingga menjadi mani, namun hukumnya tetap ikut asalnya, yaitu najis.

✔b. Mazhab Asy-Syafi’iyah : Tidak Najis

👤mazhab Asy-Syafi'iyah

mengatakan bahwa meski semua benda yang keluar dari kemaluan depan atau belakang itu najis, tetapi air mani dan turunannya adalah pengecualian.

Apa yang dikatakan itu bukan tanpa dasar, sebab kita menemukan bahwa Rasulullah SAW sendiri yang mengatakan bahwa mani itu tidak najis.

إِنَّمَا هُوَ بِمَنْزِلَةِ الْبُصَاقِ أَوِ الْمُخَاطِ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَمْسَحَهُ بِخِرْقَةٍ أَوْ إِذْخِرٍ

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang hukum air mani yang terkena pakaian. Beliau SAW menjawab,"Air mani itu hukumnya seperti dahak atau lendir, cukup bagi kamu untuk mengelapnya dengan kain. (HR. Al-Baihaqi)

Dahak dan lendir bukan merupakan benda najis, meski pun menjijikkan buat sebagian orang. Dan karena air mani disetarakan dengan dahak dan lendir, maka otomatis kedudukan air mani bukan benda najis.

Selain dalil di atas, mazhab Asy-Syafi'iyah juga berdalil dengan hadits shahih berikut ini :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا كَانَتْ تَفْرُكُ الْمَنِيَّ مِنْ ثَوْبِ رَسُول اللَّهِ r ثُمَّ يُصَلِّي فِيهِ

Dari Aisyah radhiyallahuanha bahwa beliau mengerik bekas air mani Rasulullah SAW yang telah kering dan beliau SAW shalat dengan mengenakan baju itu. (HR. Bukhari dan Muslim)

Yang dilakukan oleh Aisyah bukan mencuci baju tetapi mengerik bekas air mani yang telah kering. Tentu saja kalau hanya dikerik tidak akan membuat air mani itu hilang sepenuhnya.

Dan kalau sampai Nabi SAW shalat dengan mengenakan baju yang masih ada bekas maninya, hal itu menunjukkan bahwa sesungguhnya air mani itu tidak najis.

🔹2. 'Alaqah

'Alaqah (علقة) adalah darah yang berada di dalam rahim seorang wanita, belum menjadi janin apalagi bayi. Secara fisik masih berupa darah, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِن مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan , maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna. (QS. Al-Hajj : 55)

Selama masih dalam bentuk darah yang beku, atau disebut dengan 'alaqah (علقة), para ulama berbeda pendapat.

👥 Mazhab Al-Hanafiyah

mengatakan bahwa gumpalan darah yang merupakan bakal janin yang masih muda, apabila keluar dari rahim maka hukumnya termasuk benda najis. Alasannya karena pada hakikatnya belum bisa disebut sebagai janin apalagi bayi, tetapi masih 100% darah yang menggumpal.

👥 mazhab Al-Hanabilah

mengatakan bahwa 'alaqah tidak termasuk benda najis. Alasannya karena 'alaqah bukan sembarang darah, melainkan benda hidup yang masih dalam tahap awal proses pembentukan manusia.

🔹3. Mudhghah

Mudhghah (مضغة) adalah gumpalan daging yang asalnya terbuat dari gumpalan darah atau 'alaqah.Mudhghah terdapat di dalam rahim seorang wanita, sebagai bakal calon janin atau bayi.

Sama dengan 'alaqah, kenajisan mudhghah ini pun menjadi perselisihan di antara para ulama, antara mereka yang menyebutnya najis dan yang tidak.

✔a. Jumhur Ulama : Najis

Jumhur ulama terdiri dari Mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah umumnya sepakat mengatakan bahwa mudhghah hukumnya najis.
( Al-Bahru Ar-Raiq, jilid 1 hal. 236 )

✔ b. Mazhab Asy-Syafi'iyah : Tidak Najis

Sedangkan Mazhab Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa mudhghah itu bukan benda najis.

Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ibnul Humam yang sebenarnya ulama dari mazhab Al-Hanafiyah. Berbeda dengan pendapat mazhabnya, beliau malah mengatakan bahwa mudhghah bila sudah bukan lagi gumpalan darah sudah bukan benda najis lagi. Karena sudah menjadi daging atau gumpalan daging.

Sedangkan Ibnu Abdin mengatakan bahwa hukumnya musykil, atau tidak jelas.

Wallahualam..

Oleh : ustad Isnan Anshari.Lc.Mag

Universitas Sekolah Fiqih

bangronay.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar