ad#2

Senin, 05 September 2016

TUBUH MANUSIA DAN NAJIS part1

๐Ÿ”ต TUBUH MANUSIA DAN NAJIS

Part 1

Dalam bab ini kita akan membahas semua najis yang terkait dengan tubuh manusia, baik terkait dengan hukum tubuh manusia itu sendiri, ataupun juga benda-benda yang keluar dari dalam tubuh manusia.

 


๐Ÿ’ฅ A. Tubuh Manusia Tidak Najis

Tubuh manusia pada dasarnya adalah benda yang suci dan bukan merupakan benda najis. Dasarnya adalah firman Allah SWT :

ูˆَู„َู‚َุฏْ ูƒَุฑَّู…ْู†َุง ุจَู†ِูŠ ุขุฏَู…َ

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. (QS. Al-Isra' : 70)

Para ulama ahli fiqih umumnya mengartikan maksud bahwa Allah SWT memuliakan anak-anak Adam bahwa tubuh manusia itu mulia, artinya hukum tubuh-tubuh manusia bukan termasuk benda najis. Maka hukum tubuh manusia itu adalah suci.

Ayat ini juga tidak membedakan agama yang dianut seorang anak Adam, apakah muslim ataukah kafir, apakah dia laki-laki atau wanita, apakah dia masih hidup atau sudah wafat.

๐Ÿ”น1. Tubuh Orang Kafir

Yang menarik untuk dipertanyakan adalah bagaimana dengan hukum tubuh manusia yang agamanya bukan Islam, alias hukum tubuh orang kafir?

Apakah tubuh mereka juga suci dan tidak najis, ataukah mereka itu termasuk benda najis, sehingga kalau kita menyentuh kulit mereka, harus dicuci 7 kali salah satunya dengan tanah?

Pertanyaan ini semakin menarik untuk ditelaah lebih jauh, mengingat di dalam Al-Quran Al-Karim Allah SWT telah berfirman tentang hal yang menyangkut orang musyrik yang dikatakan najis.

ุฅِู†َّู…َุง ุงู„ู…ุดْุฑِูƒูˆู†َ ู†َุฌَุณٌ

Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (QS. At-Taubah : 28)

✔a. Bukan Najis Fisik Tapi Aqidah

Dalam hal ini jumhur ulama berpendapat meski ada ayat di atas menyebutkan bahwa orang-orang musyrik itu najis, tetapi bukan berarti tubuh mereka najis. Ada dua alasan mengapa kita tidak mengambil ayat ini secara lahiriyah.

๐Ÿ‘‰๐ŸปPertama, 
para ulama mengatakan bahwa yang dimaksud najis dalam ayat ini bukan secara najis secara fisik, melainkan najis secara kiasan, yaitu yang merupakan najis adalah aqidah mereka yang mereka yakini. Aqidah orang kafir yang menyekutukan Allah itulah yang hukumnya najis.

๐Ÿ‘‰๐ŸปKedua, 
bahwa ayat di atas tidak terkait dengan najis secara hakiki atau ‘ain, melainkan secara hukmi. Najis hukmi maksudnya bukan najis, melainkan berhadats, baik hadats kecil maupun hadats besar.

Maksudnya tubuh orang kafir tidak suci dari hadats kecil dan besar, karena mereka tidak berwudhu atau mandi janabah. Dan mereka memang tidak pernah melakukannya. Namun tubuh mereka bukan benda najis, yang apabila terkena pada badan kita harus dicuci.

✔b. Nabi SAW Menerima Bani Tsaqif di Dalam Masjid

Hujjah lainnya bahwa tubuh orang kafir itu tidak merupakan najis adalah ketika Nabi SAW menerima utusan dari Tsaqif yang nota-bene adalah orang kafir di dalam masjid.

ุนَู†ْ ุนُุซْู…َุงู†َ ุงุจْู†ِ ุฃَุจูŠِ ุงู„ุนَุงุตِ t ุฃَู†ْุฒَู„َ ุงู„ู†َّุจِูŠُّ r ูˆَูْุฏَ ุซَู‚ِูŠูٍ ููŠِ ุงู„ู…َุณْุฌِุฏِ

Dari Utsman bin Abil Ash radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW menerima utusan dari Tsaqif di dalam masjid (HR. Abu Daud)

✔c. Air Liur Orang Kafir Tidak Najis

Dalil yang ketiga bahwa tubuh orang kafir bukan termasuk benda najis adalah apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap orang-orang kafir yang datang kepada beliau SAW dan Abu Bakar minum susu bersama-sama dengan orang kafir dari wadah yang sama.

ุฃُุชِูŠَ ุนَู„َูŠْู‡ِ ุงู„ุตَّู„ุงุฉُ ูˆَุงู„ุณَّู„ุงู…ُ ุจِู„َุจَู†ٍ ูَุดَุฑِุจَ ุจَุนْุถَู‡ُ ูˆَู†َุงูˆَู„ ุงู„ْุจَุงู‚ِูŠَ ุฃَุนْุฑَุงุจِูŠًّุง ูƒَุงู†َ ุนَู„َู‰ ูŠَู…ِูŠู†ِู‡ِ ูَุดَุฑِุจَ ุซُู…َّ ู†َุงูˆَู„َู‡ُ ุฃَุจَุง ุจَูƒْุฑٍ ุฑَุถِูŠَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู†ْู‡ُ ูَุดَุฑِุจَ ูˆَู‚َุงู„ : ุงู„ุฃْูŠْู…َู†َ ูَุงู„ุฃْูŠْู…َู†َ

Rasulullah SAW diberikan susu lalu beliau meminumnya sebagian lalu disodorkan sisanya itu kepada a’rabi (kafir) yang ada di sebelah kanannya dan dia meminumnya lalu disodorkan kepada Abu Bakar dan beliau pun meminumnya (dari wadah yang sama) lalu beliau berkata,’Ke kanan dan ke kanan’. (HR. Bukhari)

Kalau tubuh orang kafir itu najis, maka seharusnya beliau SAW tidak mau minum dari bekas mulut orang kafir.

✔d. Pandangan Keliru Aliran Sempalan

Ada aliran yang menyempal dari agama Islam semacam LDII dan yang lainnya. Mereka punya sikap aneh terhadap masalah kenajisan tubuh orang kafir.

๐Ÿ‘‰๐ŸปPertama :
Mereka memandang bahwa orang-orang yang tidak ikut berbai'at kepada imam mereka, dipandang sebagai orang yang bukan muslim.

๐Ÿ‘‰๐ŸปKedua :
Mereka memandang bahwa karena bukan muslim, maka tubuh kita yang tidak ikut aliran mereka dianggap benda najis.

Sehingga apabila ada orang di luar jamaah mereka ikut numpang shalat di masjid yang mereka kuasai, sehabis shalat tempat itu langsung dicuci dan dipel dengan air. Alasannya karena tempat itu bekas orang kafir.

Dengan pandangan para fuqaha ini, maka apa sikap aliran sesat itu telah menyalahi dua hal sekaligus :

๐Ÿ‘‰๐ŸปPertama, 
mengkafirkan sesama muslim.

Bahwa semua orang yang tidak bersyahahadat ulang di depan imam mereka dianggap belum muslim, tentu sebuah aqidah yang keliru. Karena pada dasarnya setiap orang dilahirkan dalam keadaan muslim dan akan tetap menjadi muslim tanpa harus bersyahadat lagi.

Adapun syahadat hanya dibutuhkan ketika orang yang kafir mau masuk Islam. Sementara orang yang lahir dari ayah dan ibu yang muslim lalu tumbuh besar dan dewasa sebagai muslim tentu saja hukumnya muslim.

๐Ÿ‘‰๐ŸปKedua,
menganggap orang kafir itu najis

Ini kesalahan mereka yang kedua. Padahal tidak ada satu pun pandangan ulama yang menyebutkan bahwa tubuh orang kafir itu najis. Dan semua hadits Nabi SAW di atas, seperti menerima utusan dari Tsagif yang notabene kafir, justru di dalam masjid, atau minum susunya Nabi SAW bersama-sama orang kafir, jelas sekali menjadi dasar tidak najisnya tubuh orang kafir.

๐Ÿ”น2. Tubuh Orang Meninggal

Sedangkan tentang status tubuh manusia yang telah meninggal dunia, umumnya para ulama mengatakan hukumnya suci. Namun ada juga yang mengatakan sebaliknya, bahwa tubuh manusia yang telah meninggal dunia itu hukumnya najis.

✔a. Suci

Jumhur ulama seperti mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah sepakat bahwa jasad orang yang telah wafat itu suci dan bukan merupakan benda najis. Sehingga bila seseorang menyentuh jenazah, baik muslim atau kafir, hukumnya tidak mengapa, dalam arti tidak membatalkan wudhu’ dan juga tidak harus dicuci.

Dasar hujjahnya adalah pernyataan Rasululah SAW yang dengan tegas menyebutkan bahwa seorang muslim itu tidak najis.

ุฅِู†َّ ุงู„ْู…ُุคْู…ِู†َ ู„ุงَ ูŠَู†ْุฌُุณُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dan kalau dikatakan tidak najis, maksudnya bukan hanya ketika masih hidup, melainkan juga ketika sudah meninggal. Hal itu terbukti bahwa Rasulullah SAW mencium jasad shahabatnya, Utsman bin Ma’dhzun radhiyallahuanhu, setelah meninggal dunia.

ู‚َุจَّู„َ ุงู„ู†َّุจِูŠُّ r ุนُุซْู…َุงู†َ ุจْู†ِ ู…َุธْุนُูˆู† ุจَุนْุฏَ ุงู„ู…َูˆْุชِ

Nabi SAW mencium Utsman bin Madhz’un radhiyallahuanhu setelah meninggal dunia.
(HR. Tirmizy)

Dan kenyataannya Rasulullah SAW menshalatkan jenazah para shahabat di dalam masjid. Misalnya jasad Suhail bin Baidha’ radhiyallahuanhu.

Bila jasad manusia muslim dianggap najis, maka tentu tidak boleh kita bawa ke dalam masjid untuk dishalatkan. Sebab seharusnya masjid itu harus bebas dari benda-benda najis.

Dengan dishalatkannya jenazah beliau di dalam masjid, hal itu menunjukkan bahwa jenazah seorang muslim hukumnya suci dan bukan najis.

✔b. Najis

Sedangkan dalam pandangan Al-Hanafiyah, Ibnu Sya'ban, Ibnu Abil Hakam, dan Iyadh, jenazah manusia muslim itu najis, sehingga disyariatkan pemandian jenazah untuk mensucikannya.

Demikian juga dengan jenazah orang kafir, dalam pandangan mereka hukumnya tetap najis dan tidak bisa disucikan dengan memandikannya.

Namun bila telah dimandikan, maka hukumnya berubah kembali menjadi suci. Sehingga dalam hal ini, jasad seorang muslim akan menjadi suci, lantaran dimandikan. Sedangkan jasad orang kafir, karena tidak perlu dimandikan, maka hukumnya tetap najis.

๐Ÿ”น3. Tubuh Wanita Yang Sedang Haidh

Yang najis dari tubuh wanita yang sedang haidh atau nifas semata-mata hanya darah yang keluar dari kemaluannya saja. Sedangkan bagian tubuh lainnya yang tidak terkena darah, tentu tidak termasuk benda najis. Sehingga bila seorang menyentuh tubuh wanita yang dalam keadaan haidh atau nifas, maka tidak membatalkan wudhu', dan juga tidak menularkan najis.

Bukti bahwa tubuh wanita yang sedang haidh tidak najis adalah ketika Rasulullah SAW minum dari bekas minum istri beliau yang sedang haidh. Kalau tubuh wanita yang sedang haidh dianggap nasjis, maka bekas mulutnya pun najis juga.

Wanita yang sedang haidh atau nifas bukan benda najis, namun secara hukum mereka tidak suci dari hadats besar. Sehingga mereka dilarang untuk mengerjakan ibadah tertentu yang mensyaratkan diri suci dari hadats besar.

Bersambung.. Ke part 2

Oleh Ustad Isnan Ansari.Lc.Mag

Tidak ada komentar:

Posting Komentar