ad#2

Senin, 30 Mei 2016

SYAFAR part 2

🔵 MUSAFIR
part 2..


🔹 bahasa
Secara bahasa musafir itu adalah isim fail ( pelaku ) dari safar atau perjalanan.
Perjalanan menempuh suatu jarak.

🔹 istilah
Para fuqoha mengartikan musafir ialah :
" seseorang keluar dari negrinya untuk menuju ke satu tempat tertentu, yg perjalanannya itu menempuh jarak tertentu "


🔵 Syarat Musafir
Seseorang dikatakan sebagai musafir apabila memenuhi 3 syarat.

👉🏽1. Keluar dari wathan ( tempat tinggal, kampung, kota, desa )
👉🏽2. Punya tujuan tertentu
👉🏽3. Jarak minimal dr tempat yg dituju.


💥1. Keluar dari wathan

Keluar dr wathan atau tempat tinggal, atau kampung, desa, kota dll sehingga seseorang tidak disebut sebagai musafir apabila ia tidak keluar dari wathan.

👉🏽 contoh :
Ada orang naik treadmill, salah satu alat kebugaran jalan atau lari ditempat.
Meski ia telah lari melangkahkan kakinya menmpuh hitungan 100km, namun ia tidak dikatakan musafir karena tidak keluar dr wathan ( tempat tinggal ).

👉🏽 contoh 2 :
Ada org mengemudikan mobil dgn berkeliling jakarta, walaupun menempuh jarak 100km tapi ia masih tetap ada dijakarta dan sekitarnya maka ia juga tidak disebut musafir, karena tetap berada di jakarta.

Karena status org tidak dikatakan musafir, manakala ia blm keluar dr tempat tinggalnya.

💥2. Punya tujuan tertentu

Kriteria kedua bahwa perjalanan harus punya tujuan tertentu yg pasti secara spesifik bukan sekedar jalan tak tentu arah dan tujuan.

Contoh :
Ada orang masuk tol, kendaraanya muter2 jakarta melalui tol dlm kota, tidak tau arah dan tujuan mau kemana, walaupun kendaraanya sudah menempuh jarak 100 km, ia tetap tidak dikatakan sebagai musafir.

Maka org yg menempuh jarak jauh tetapi tidak ada tujuan tertentu maka tidak disebut sebagai musafir.

💥 Jarak tertentu

Kriteria terakhir adanya jarak minimal perjalanan yg harus ditempuh.

🔹Jumhur ulama ( mayoritas )

Jumhur ulama dr kalangan mazhab malikiyah, syafiiyah, dan hanabilah mengatakan bahwa jarak yg harus ditempuh minimal 4 burud atau sekitar 89 km

" wahai penduduk mekah, jgn lah kalian mengqoshor shalat bila kurang dari 4 burud, dari mekah ke usfan "
( HR.Daruqutni )


Dan hal ini pun sering dilakukan oleh dua ulama besar dari kalangan sahabat yaitu ibnu umar dan ibnu abbas radiallahuanhuma.

Mereka berdua tidak pernah mengqoshor sholat kecuali bila perjalanan mencapai 4 burud. Dan tidak ada yg menentang dlm hal ini para sahabat yg lain.

Para ulama sepakat menyatakan bahwa satu farsakh itu 4 mil. Dan dlm kitab bidayatul mujtahid dituliskan bahwa 4 burud itu sama dgn 88,704 km.

Walaupun jarak 88,704 km itu bisa ditempuh dgn pesawat dlm 1 jam, tetap dianggap telah memenuhi syarat perjalanan. Karena yg dijadikan dasar bukan hari atau waktu melainkan jarak tempuh.

🔹 mazhab hanafi
Lain dgn jumhur, mazhab hanafi dan para ulama kuffah mengatakan minimal jarak safar yg membolehkan qashar itu adalah bila jaraknya minimal ditempuh sejauh 135 km

🔹 Beda Rute Beda Jarak

Lepas dari perbedaan para fuqoha ttg jarak safar, muncul lagi permasalahan baru, yaitu bagaimana bila untuk mencapai tujuan ternyata ada beberapa jalan atau rute yg ukuran jaraknya berbeda.

Beda rute jalan beda jarak,..
Misal seseorang mengendari kendaraanya apabila tidak naik tol maka jarak yg ditempuh 90 km, dan apabila naik tol cuma 85 km,.

Manakah yg kita gunakan?
Apakah menggunakan jarak terpendek atau yg terjauh?

Kalo menggunakan jarak terpendek maka blm memenuhi syarat sebagai musafir, sedangkan jarak terjauh sudah memenuhi syarat sebagai musafir, boleh menjama qoshar sholat, tidak puasa dan sebagainya.

👉🏽 Dalam hal ini umumnya jumhur ulama mengatakan yg digunkaan adalah rute yg dipilihnya.

👉🏽 sedangkan abu hanifah mengatakan yg digunkaan adalah rute terjauh, walaupun dia memilih rute terdekat dgn naik tol. Jadi dia sudah termasuk musafir.

💥 Tujuan Safar

Kriteria selanjutnya ialah tujuan safar itu untuk apa?
Apakah untuk hal yg mubah, ibadah, dakwah atau sebaginya??

Perjalan yg dilakukan dgn tujuan mencuri, merampok, berjudi, minum khamar, membunuh, praktek riba, menjadi dukun, tukang ramal, berzina dan sebagainya.

Maka dlm hal ini jumhur ulama tidak membenarkan, sekaligus juga tidak memberikan fasilitas dan keringanan bagi pelakunya.


Wallahualam..

Oleh : ustad a.sarwat.Lc.MA
Kitab seri fiqih kehidupan

Bersambung ke par 3...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar